Irvan

http://irvan-ushuluddin.blogspot.co.id/
alumni mahasiswa UIN AR-RANIRY,Fakultas Ushuluddin Aqidah dan Filsafat.
About Me
setelah menamatkan sekolah swasta (MIS Tuwi Kareung) di Kecamatan Pasie Raya (dulunya Teunom), Kab Aceh Jaya, untuk tingkat pertama kemudian melanjutkan SLTP N 3 teunom selesai tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 MEULABOH selesai tahun 2008, kemudian masuk ke Universitas UTU Meulaboh dan alhamdulillah tidak Selesai hehheh..., tahun 2009 masuk ke UIN Ar-Raniry di Fak. Ushuluddin siap pada tahun 2013 , sekarang sedang mengikuti program Pasca Sarjana UIN AR-RANIRY .

Kamis, 19 Mei 2016





Dalam lagunya yang pernah populer pada tahun 80-an bang haji Rhoma Irama berpesan “judi menjanjikan kemenangan, judi menjanjikan kekayaan”. Dari pesan bang Rhoma dapat disimpulkan bahwa judi hanya sekedar PHP (Pemberi Harapan Palsu). Perilaku judi tersebut sudah tumbuh dengan baik dan mendarah daging dalam suatu komunal masyarakat. Berbagai kalangan akan setuju bahwa judi dapat merusak tatanan kehidupan baik secara pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Bahkan penjudi akan dianggap “sampah” dalam masyarakat.

Judi adalah salah satu permainan yang sangat fleksibel, jika pernah melihat kunci Inggris yang menjadi kebutuhan primer dalam dunia perbengkelan, begitulah sifat judi yang mampu beradaptasi dengan berbagai kalangan baik anak-anak, remaja, orang dewasa, baik pejabat maunpun kalangan terpelajar. Namun judi juga bisa diibaratkan virus yang kita kenal dalam pelajaran biologi, dalam proses berkembangbiak virus senantiasa memerlukan inang agar ia mampu berreproduksi, begitu pula dengan judi jika tidak menemukan inangnya yaitu manusia maka ia hanya sebatas teori yang berada di alam metafisika.

Urgensi permainan dalam suatu tatanan masyarakat sangatlah besar, hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai jenis permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Ketika saya masih kecil, saya bersama kawan-kawan sangat sering memainkan berbagai permainan, seperti, katok bola, katok lele, bola kaki, dan permainan kalah-menang lainnya, sehingga ketika sudah beranjak dewasa pun permainan menjadi hal yang lumrah dilakukan sebagai wadah penghibur diri.
Judi pada tatanan permainan biasanya selalu indentik dengan kalah dan menang, pihak yang menang akan memperoleh imbalan atas kemenangannya dan yang kalah akan rugi dengan kekalahannya. Kalah dan menang menjadi motivasi tersendiri bagi yang sudah bernaung di bawah judi tersebut, bagaimana tidak kekalahan yang di alami oleh seseorang, secara psikologi pasti ingin mendapatkan kembali apa yang menjadi taruhan ketika ia mengalami kekalahan, begitu juga dengan seseorang yang mengalami kemenangan ia pasti akan berusaha untuk mencari keuntungan dengan kemenangan baru. Hal ini tidak ubahnya seperti sifat dendam yang ada pada diri manusia yang apabila tidak menyadari perbuatan tidak boleh dilakukan pasti ia seperti lautan yang tidak habis dipandang mata. 
Dalam kamus bahasa Indonesia Istilah judi didefinisikan dengan permainan dengan memakai uang atau barang sebagai taruhan, dalam al-Qur’an dikenal dengan sebutan maisir. Di kalangan sebagian masyarakat pendalaman permainan seperti domino dan kartu juga  dianggap perjudian. Epistemologi yang dipakai oleh kalangan masyarakat tersebut bersifat empiris, karena dalam kenyataannya, kebanyakan permainan tersebut dimainkan oleh orang-orang dewasa. Tahap selanjutnya untuk menciptakan keseriusan mereka mengggunakan imbalan yang dikenal dengan istilah taruhan, akibatnya terjadilah pelarangan terhadap anak-anak agar tidak menyentuh permainan tersebut. Meskipun tidak menggunakan taruhan masyarakat permainan tersebut menjadi tabu bahkan dilarang keras untuk anak-anak yang masih di bawah umur.

Secara akal sehat segala jenis permainan yang ada dalam masyarakat tidak dipermasalahkan selama tidak melalaikan kewajiban manusia terhadap hubungannya dengan manusia dan juga hubungannya dengan Allah, masih dalam nilai-nilai moral yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan adat Istiadat. Namun pada saat istilah “teumaroh ini muncul baik bersifat barang ataupun uang itu akan menjadi permasalahan yang sangat besar karena dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, misalnya si suami akan bertengkar dengan Istri, si anak akan berontak dengan ayahnya dan berbagai kegaduhan akan ikut serta.
Dari sudut pandang sosial, judi mampu merusak tatanan kehidupan dalam masyarakat, hal itu dapat dilihat dari perilaku seseorang yang mengalami kekalahan dalam permainan, biasanya pelaku yang sudah mengalami kekalahan cendrung tidak akan tinggal diam dengan kekalahan yang di alami, pencarian untuk modal akan dilakukan sehingga segala cara akan dihalalkan tergantung kesempatan apa yang ia dapatkan.
Agama jelas-jelas melarang perbuatan tersebut, bahkan perbuatan judi tersebut telah diharamkan lebih dulu oleh al-Qur’an, kosekuensi melakukan judi adalah melawan al-Qur’an artinya seseorang yang melakukan perbuatan terindikasi perjudian sama halnya ia telah mebantah apa yang menjadi larangan Allah Swt.

Permainan domino, kartu, togel dan juga sabuk ayam merupakan perjudian yang masih menggunakan permainan secara terang-terangan dan dapat terlihat secara kasat mata oleh masyarakat terhadap gerak-gerik pelaku, kamudian perjudian seperti ini memerlukan tempat khusus, bahkan jauh dari keramaian, terkadang juga susah diakses oleh orang yang tidak melakukan perbuatan tersebut. 
Lambat laun permainan seperti domino ini semakin familiar dikalangan masyarakat, terkadang permainan tersebut dilakukan di acara-acara pesta pada malam hari dengan dalih agar para pemuda betah di rumah pelaku pesta. Kemudian permainan tersebut juga dilakukan di pos-pos ronda dengan alasan agar tidak tertidur pada saat ronda tersebut belangsung.
Di kota madani sendiri permainan domino biasa dilakukan di warung-warung kopi, kios-kios dan juga rumah-rumah kos yang dihuni oleh mahasiswa. Permainan diwarung kopi tertentu tidak hanya melibatkan kalangan tertentu bahkan semua kalangan yang memiliki keinginan dapat ikut berpartisipasi dalam permainan tersebut, lagi-lagi permainan seperti ini memerlukan tempat yang khusus dan bersahaja.


Lapak online
Seiring dengan perkembangan zaman, judi pun ikut beradaptasi dengan teknologi, sehingga untuk mengakses judi menjadi sangat mudah. Judi tidak lagi membutuhkan tempat khusus seperti “jambo broek” (gubuk tua), rumah pesta dan juga kolom jembatan. Hanya butuh jaringan internet praktek haram tersebut dapat dilakukan dengan mudah bahkan di dalam mesjid sekalipun.
Kemudahan tersebut membuat peminat semakin hari semakin bertambah, kondisi masyarakat yang banyak menganggur tidak bekerja akibat kecilnya lapangan pekerjaan juga merupakan indikator terjerumus ke dalam permainan yang indentik dengan PHP.
Aceh adalah sebuah provinsi yang dibalut dengan bungkusan syari’at Islam. Segala aspek kehidupan harus sesuai dengan tuntunan al-Quran. Untuk memfilter yang demikian,  dibentuklah “segerombolan” pasukan yang menamakan dirinya WH (Wilayatul Hisbah) yang tugasnya adalah untuk menesehati dan menindak masyarakat yang melanggar syari’at Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa internet sudah menjamur diseluruh pelosok negeri, oleh karena itu, harusnya ada upaya dari “penegak Syari’at Islam” dia Aceh untuk menfilter jaringan dan juga situs tersebut. Untuk dapat mengetahui situs tersebut “sang Penegak Syari’at” haruslah menjadikan masyarakat ini patner, bukan hanya objek hukum. Siapa saja yang melaporkan situs tersebut harus diapresiasikan dengan memberi hadiah sehingga dengan begitu muncullah “BIN” untuk membasmi perbuatan haram tersebut, kinerja WH menjadi lebih ringan dan bermasyarakat.
Dalam membasmi hal ini, kemampuan IT juga harus dimiliki oleh  “pasukan penegak syari’at”, sehingga dengan demikian pasukan-pasukan ini tidak hanya mempu menindak pelaku secara fisik tapi juga mampu membasmi sistem judi online.





Hampir 14 tahun kurang lebih, umur daerah yang terkenal dengan sebutan “gampoeng dek mata biru”, sudah berlalu . Meskipun belum terlalu “dewasa” daerah yang dulu dalam “meuneumat”  Po Teumeureuhom itu sudah memasuki masa-masa “remaja”. Sejatinya, usia remaja merupakan usia yang sangat produktif, yang mampu melahirkan ide-ide cemerlang dan juga terobosan-terobosan baru.
Tidak dapat dipungkiri, “aneuk miet ban lahe han mungken jeut iplueng” (bayi yang baru lahir tidak mungkin akan dapat berlari), itulah alasan jika daerah-daerah yang baru dimekarkan tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan dalih “mantong aneuk miet” maka posisi “empuk”para pemimpin yang “duek bak kursi manyang” akan terselamatkan. Padahal “belajar diwaktu kecil bagai mengukir di atas batu”.

Sudah majukah Aceh Jaya ku?
Majunya sebuah daerah biasanya ditandai oleh mandirinya ekonomi masyarakat, dan juga berhasil mengorbitkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang memenuhi, setidaknya “SNI” (Standar Nasional Indonesia). Kemudian juga dapat dilihat dari tersedianya infra struktur publik yang sudah memadai, serta berhasil mengembangkan potensi-potensi daerah tersebut.
Kemandirian ekonomi masyarakat adalah hal utama yang harus dipikirkan, caranya adalah dengan menguatkan sistem perekonomian agar tidak terkesan hubungan pemerintah dengan rakyat itu seperti pemberi sedekah dengan pengemis. Seharusnya pemerintah itu seperti seorang guru dengan muridnya, tidak hanya ilmu yang diberikan, tetapi sang guru juga mendidik, menjaga, serta mengawasi para muridnya. Hal tersebut berlangsung sampai sang murid mandiri dan siap dilepaskan ke jenjang selanjutnya.
Memikirkan rakyat bagi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah, hal tersebut akan sangat menguras pikiran dan tenaga. Dengan demikian, pemerintah tentu tidak akan mampu melakukannya sendiri, ia butuh patner yang mampu menyalurkan ide-ide mereka untuk membangun kesejateraan rakyat, meskipun patner tersebut lahir dari “golongan” yang berbeda secara politis.Jika hal tersebut mampu dilakukan, selain akan efektifnya pembangunan, juga akan memperlihatkan bahwa pemerintahan yang sedang berjalan sama sekali tidak anti kritik.
Tentu saja sebuah malapetaka besar bagi masyarakat, jika patner yang diambil tersebut hanya mementingkan diri sendiri, kerabat, keuntungan komunitas, serta mereka yang “lagee tikoh lam eumpang breuh”(tikus dalam lumbung padi), ketika bersama pemerintah.
Salah satu indikator pemimpin yang arif adalah pemimpin yang mau merangkul lawan politiknya tanpa disodori “bungkoh”tertentu. Dalam politik, mampu merangkul lawan menjadi kawan adalah suatu sikap yang sangat luar biasa yang hanya dimiliki oleh orang yang benar-benar ikhlas. Sikap arif ini akan memperlihatkan bahwa pemimpin tidak menaruh dendam kepada lawan politiknya, hal tersebut juga ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. dalam menegakkan Agama Islam yang  rahmatan lil alamin ini.

“Menjaring nahkoda” baru
Pilkada merupakan momentum penting bagi masyarakat yang cerdas dalam rangka memilih pemimpin baru, yang mampu memberi “warna” baru dalam lingkungan wilayah Po Teumereuhom ini. Kecerdasan masyarakat tentu menjadi penentu utama bagi masa depan “gampoeng dek mata biruini.
Pemimpin baru Aceh Jaya, sejatinya harus memiliki konsep pembangunan yang jelas, tidak hanya mampu berdiri di bawah bayang-bayang “pahlawan” yang telah mendahului. Bangga terhadap perjuangan “endatu”  tentu tidak akan mampu memberikan kesejateraan bagi masyarakat Aceh Jaya, hal ini tidak mengindikasikan bahwa perjuangan para “Endatu” tidak di hargai, tetapi harus di sadari bahwa zaman Rasulullah berbeda dengan zaman Khulafaur Rasyidin, pra konflik berbeda dengan  pasca konflik dan zaman HP tit tut berbeda dengan zaman adroid alias HP gusuek. Dengan demikian, berbeda masalah berbeda pula cara penyelesaianya.
Sikap materialistis dalam masyarakat harus dihilangkan, dengan memantapkan pengaruh-pengaruh para cendikia, ulama dan tokoh masyarakat yang memiliki wawasan luas terhadap pembangunan Aceh Jaya ke depan. Jika hal ini tidak dikawal oleh tersebut, maka masyarakat tentu akan terjebak dengan “sitrop saboh kaca”(hadiah sebotol sirup),yang sudah menjadi rahasia umum dalam setiap pelaksanaan Pilkada yang bersih dan transparan di negeri tercinta ini.
Subtansi politik adalah jalan menuju kesejahteraan rakyat yang lebih maju dan bermartabat, maka peran mahasiswa sebagai agent of change –katanya begitu- adalah mengawal masyarakat agar tidak terjebak dalam pen-justifikasi-an oleh para politisi yang ambisinya berada pada “stadium” akhir, karena tingkat ambisi seorang pemimpin juga akan mempengaruhi proses pembangunan yang berbasis rakyat. Oleh karena demikian sikap mahasiswa, sebenarnya harus lebih netral dan benar-benar membela kepentingan orang banyak.
Mahasiswa sebagai calon intelektual baru, yang sedang “bertugas” pada lembaga pendidikan tertinggi, seharusnya mampu menjadi pembanding  dalam ajang “menjaring nahkoda” baru ini, bukan sebagai penjilat yang terkadang terkesan sebagai pembuat justifikasi. Apresiasi yang sangat besar bagi para mahasiswa dan mahasiswi Aceh Jaya telah mengambil sikap netral dan menggunakan ilmunya dengan benar dalam proses memajukan Aceh Jaya.
Di usianya yang sudah memasuki usia remaja, kebutuhan  hidup seorang remaja cenderung lebih banyak dibandingkan dengan Aceh Jaya ketika  masih menyandang status “aneuk miet”. Oleh karena itu mendidik “aneuk miet” berbeda dengan mendidik remaja. Atas dasar inilah konsep pendidikan terhadap manusia dibuat bertingkat. “
Harapannya, siapa pun pemimpin Aceh Jaya kedepan, tentunya harus memiliki prinsip membangun kesejahteraan rakyat, persatuan, agama serta mampu membawa nama Aceh Jaya tidak hanya ditingkat nasional tapi juga international. Kedewasaan politik juga harus dimiliki oleh sosok “Po Teumereuhom” yang baru, yang terpilih pasca pelaksanaan pesta demokrasi di Aceh Jaya.






Beberapa hari terakhir, gerhana matahari menjadi trending topik dikalangan masyarakat. Fenomena alam yang sangat langka ini, telah menimbulkan berbagai reaksi.  Hal ini terjadi setelah ahli astronomi dan juga ahli falak menaksirkan bahwa akan terjadi gerhana pada tanggal 9 Maret 2016. Oleh karena itu, hari ini akan menjadi hari yang bersejarah karena akan berbeda dengan hari-hari lainnya.
Sebenarnya dari sudut pandang ilmiah, meskipun hal ini langka, namun peristiwa tersebut biasa-biasa saja alias tidak perlu dikhawatirkan. Kalkulasi yang dibuat sedemikian rupa membuat gerhana tersebut sudah dapat diprediksikan akan terjadi, meskipun dengan kalkulasi yang sangat ilmiah oleh para ilmuan, bahwa gerhana adalah sebuah fenomena alam, namun intervensi Allah sebagai Pengatur dan Penggerak tidak boleh di abaikan.
“hawa katrep”
Pasca masyarakat mengetahui bahwa akan ada gerhana, rasa penasaran tentu akan terus menyelimuti, hal ini terjadi bukan tanpa alasan melainkan karena fenomena ini sangat langka terjadi, sehingga antusiasme masyarakat sangat tinggi. Maka sangat rasa “hawa katrep” sangat cocok disebut sebagai istilah.
Berbagai cara tentunya akan dilakukan untuk dapat melihat fenomena alam tersebut, saya sempat mendengar bahwa ada yang menyediakan kacamata tersebut di kota Banda Aceh, namun saya tidak mengetahui pasti, siapa dan dimana kacamata tersebut disediakan.
Sosial media (sosmed) menjadi alat yang sangat ampuh untuk mempublikasikan, dan menanyakan segala sesuatu, mengingat ada begitu banyak orang yang berada dalam media tersebut, yang siap menjawab pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan hal itu,  ada beberapa rekan di sosial media yang menanyakan di mana kacamata tersebut dapat didapatkan?.
Selain persiapan kacamata untuk menyaksikan fenomena langka ini, adalagi hal aneh dan menarik perhatian yang dipersiapkan oleh sebagian masyarakat. Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan istilah selfie (memotret diri sendiri) yang sekarang sangat sering dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat, hal inilah yang dipersiapkan matang-matang oleh masyarakat.
Fenomena alam yang tidak terjadi dengan sendirinya, akhirnya telah mampu menyedot perhatian sebagai objek wisata alam yang menarik untuk disaksikan. Dengan demikian pergeseran makna dari gerhana tersebut sudah jauh dari koridornya, apakah masyarakat yang kurang atau haus hiburan  atau memang ini merupakan upaya untuk mengaburkan makna fenomena alam juga sebagai sebuah musibah.
Mengambil pelajaran bukan “cok gamba”
Gerhana boleh jadi, merupakn sebuah musibah yang akan menimpa masyarakat. Meskipun para ahli sudah memprediksi durasi dan tingkat kegelapan yang terjadi  pada saat gerhana berlangsung, apakah ada jaminan seratus persen atas apa yang mereka prediksikan, bagaimana jika itu meleset? Durasinya malah lebih panjang dan tingkat kegelapan juga sangat tinggi masihkan kita berpikir akan mengambil gambar atau selfie?. Boleh jadi itu tidak akan terjadi.
Antusiasme yang tinggi nampaknya mampu membuat manusia lupa akan dirinya, lupa akan kodratnya sebagai makhluk yang diciptkan, mengaburkan makna bahwa ada kekuatan sangat luarbiasa diluar sana yang jauh dari jangkauan manusia, dan tidak ada yag mampu menebak dan menandinginya, antusiasme yang salah kaprah tidak seharusnya terjadi dimasyarakat.
Mengabil pelajaran bahwa fenomena alam seperti ini adalah sebuah musibah atau ujian yang diberikan Allah kepada hambanya jauh lebih penting, dengan demikian apapun fenomena alam akan mengantarkan kita selangkah lebih maju dalam mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Peran pemerintah sangat besar dalam hal menerangkan makna fenomemena alam ini, suara yang dimiliki oleh para penguasa sangatlah besar dalam menentukan arah pemikirannya rakyatnya. Rakyat jug harus memandang bahwa  fenomena ini juga sebagai musibah, sehingga jika benar-benar gerhana ini terjadi, mesjid-mesjid, dan juga lapangan-lapangan akan terisi dengan orang-orang yang melaksanakan shalat gerhana matahari.
Menyadarkan umat untuk shalat gerhana memang terkesan tidak signifikan, namun hal ini akan mejadi malapetaka yang besar dalam kehidupan umat, dimana tingkat kesadaran umat terhadap musibah yang Allah berikan semakin berkurang yang pada akhirnya akan menimbulkan sikap atau kepercayaan kurangnya intervensi Tuhan dalam kehidupan. seandainya ada sesuatu yang bisa mengakibatkan kefatalan masyarakat dalam proses menyaksikanfenomena alam juga akan menjadi beba bagi pemerintah sendiri.
Harapan yang sangat besar dari lubuk hati yang paling dalam agar masyarakat melaksanakan shalat dua rakaat tersebut meski statusnya adalah sunat, namun hal tersebut akan mampu menjauhkan kita dari musibah yang diberikan Allah sebagai Pengatur Alam semesta.

Irvan
Mahasiswa program pasca sarjana UIN ar-raniry
Warga tuwi kareung, Pasie Raya Kabupaten Aceh Jaya

 





EGOIS
Jeruk makan jeruk, maling teriak maling 
berikan saja senyum sinis kepada mereka yang egois
pasti akan jadi setitik nila
entah buat siapa
yang pasti hati memang tak lagi peka
mereka sang penelan asa 
bersembunyi di negeri yang tak bertelinga
kata percaya tentunya masih ada
tapi kepada siapa? 
kaca sudah tak lagi bisa dipecahkan
binatang buas sudah lupa, bahwa dia bertuan 
apa lagi yang harus dibicarakan
tak perlu ada ujian saat contekan itu dilegalkan 
paksakan saja untuk tertawa 
jangan biarkan air mata melihat dunia 
itu tandanya kita sudah bahagia......


By Irvan Draftucy

Minggu, 06 Maret 2016

 Menjelang "Khenduri Raya" 2017




Detik-detik “Khenduri Raya” Demokrasi di Aceh hampir tiba saatnya, persiapan-persiapan menjelang hari H pun terus dipersiapkan. Kesiapan tersebut tentunya harus matang dan sempurna, tidak boleh dengan “peunyum-peunyum”  baik dari sisi regulasi dan juga teknis pelaksanaanya, dengan demikian khenduri yang akan dilaksanakan nantinya sesuai dengan harapan seluruh elemen masyarakat. Kepuasan masyarakat dalam mengikuti pesta demokrasi tersebut akan berdampak bagi stabilitas keamanan di Aceh kedepannya.
Seluruh elamen wajib mempersiapkankan diri secara  maksimal, termasuk para bakal calon (Balon) pemimpin daerah baik Tk.I maupun Tk.II. Tanpa persiapan yang matang kemungkinan berhasil dalam pertarungan merebut posisi menjadi orang nomor satu baik ditingkat kabupaten maupun provinsi sangat minim, dengan demikian para balon-balon tentunya akan mengerahkan segala bentuk bentuk kekuatan baik mental maupun fisik.
Menjelang pilkada 2017, masih sama seperti Pilkada-Pilkada sebelumnya mengenai persiapan balon-balon yang akan menjadi “petarung” dalam ajang yang dilaksanakan 5 tahun sekali tersebut.  Persiapan finasial adalah yang pertama yang harus disiapkan dan ini telah menjadi rahasia umum. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mencalonkan diri sebagai seorang pemimpin membutuhkan dana yang besar, jika tidak didukung oleh finansial yang mapan jangan bermimpi untuk duduk di kursi empuk yang ramai diperebut orang juga jangan berandai-andai membuat perubahan meskipun punya pemikiran.

“Cheeleader“ Pilkada
Setelah finansial, hal yang harus diperhatikan adalah tim yang membuat opini-opini bahkan sampai pada tahap Justifikasi, yang secara loyal memberikan dukungan kepada “petarung”  yang akan berlaga di “arena” nantinya dalam istilah permainan basket, tim ini dikenal dengan sebutan “cheerleader”. Cheerleader inilah yang nantinya akan mendampingi “petarung” yang akan berlaga dengan segala motivasi yang dimiliki.
Dalam Istilah originnya kelompok ini dikenal dengan sebutan tim pemenangan atau tim sukses (TIMSES). Pergerakan atau kegiatan yang dilakukan oleh timses atau “cheerleader” ini selalu berkaitan dengan upaya memenangkan  calon yang membentuk tim tersebut. Timses biasanya tidak akan memberikan kritik kepada para “petarungnya” selama keduanya saling menguntungkan.
Pengaruh tim sangat besar dalam menentukan Keberhasilan seorang pada ajang pesta demokrasi ini. Perannya yang sangat besar inilah terkadang para “petarung” terkecoh dengan pangaruh “cheeleader”nya. Dalam bahasa Aceh sering disebut dengan istilah peugrob, peuek (menipu) yang akibatnya sangat fatal bagi para petarung itu sendiri. Tim hanya mengambil keuntungan finansial padahal jauh sebelumnya ia sudah mengetahui bahwa kemungkinan berhasil 0, 0 %.
Kejelian para “petarung” sangat dibutuhkan dalam hal memilih timnya, selain akan menimbulkan kerugian secara pribadi dan materi, juga akan berdampak kepada tatanan sosial dalam masyarakat sehingga akan menghilangkan sisi kenyamanan bagi masyarakat. Misalnya ketika peraung mengetahui bahwa ia telah di peugrob oleh timsesnya maka kebiasannya akan menimbulkan dendam, dendam itulah yang kemudian akan merusak tatanan kehidupan dalam bermasyarakat
Berbeda latar belakang
Banyak hal yang menarik dalam perumusan tim sukses, dimana proses perekrutannya dengan cara yang sangat bervariasi, ada yang bergabung karena di iming-imingi SK kontrak dan posisi “basah” dalam pemerintahan, itu semua tentunya sebuah janji apabila petarung yang dijagokan menjadi the Winner. Hal menarik disini adalah jika benar seorang calon pemimpin akan membawa timses dalam pemerintahan jika terpilih nantinya karena indikator balas jasa bukankah hal tersebut akan “menenggelamkan” Aceh?.  
Bagi para timses ada sebahagian dari mereka yang mengaku idealis dengan mendukung seorang yang calon yang sangat rasional menurutnya. Mereka tidak mengakui berorientasi dengan uang dan jabatan namun keinginan mereka adalah membuat perubahan bagi masyarakat. Para tipe timses seperti ini  tidak mengambil keuntungan secara finansial namun lebih cenderung keuntungan politis, misalnya mereka ingin memperoleh masa bagi mereka sendiri, terlihat sebagai seorang pahlawan yang pro dengan rakyat. Keuntungan politis yang didapat adalah ketika suatu saat mereka ingin berkarir dalam dunia politik. Jika tim seperti ini dibawa dalam pemerintahan tentunya akan memberi pengaruh yang baik terhadap pemerintahan. Namun yang perlu dipahami bahwa, idealis baru akan terlihat dan bisa di aplikasikan jika perut tidak lagi kosong, minimal terisi secara normal. 
Ada pula tipe yang bergabung dalam sebuah tim memang karena ingin mendapat “recehan” mereka tidak punya visi ke depan, artinya hanya ingin memanfaatkan moment demi pundi-pundi yang bisa mengisi perut. Biasanya mereka adalah pengikut-pengikut dari koordinator tim yang suka meron-ron (beduyun-duyun) kemana angin membawa, loyalitas pendukung yang seperti ini perlu dipertanyakan. kemudian kalangan yang seperti ini belum layak berada dalam pemerintahan jika petarung yang didukungnya meraih poin tertinggi dalam pertandingan.

Mahasiswa dan Tim Sukses
Memang sudah seharusnya pemuda memberikan kontribusi dalam dunia politik, sangat banyak ide-ide kreatif yang lahir dari para pemuda, dimensi positif lainnya ialah semangat yang membara dalam diri pemuda yang membuat ia mampu memberi pengaruh besar bagi bangsa dan negara. Bapak pendiri bangsa mengatan “berilah aku sepuluh pemuda, maka aku akan menguncangkan dunia” boleh jadi kreatif, dan bersemangat merupakan sebagian indikator dari statement bung Karno.
Menilik sejarah pembebasan Negara Republik Indonesia dari Iperialisme, pemuda memiliki peran yang sangat luar sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari sumpah pemuda yang merupakan tonggak utama dalam menggalang semangat meraih kemerdekaan Indonesia.
Mungkin bangsa Indonesia tidak akan lupa kepada aksi mahasiswa yang dilakukan pada tahun 1998, semangat dan perjuangan mahasiswa telah terbukti sangat ampuh dalam melakukan berbagai dan mampu berdiri di garda depan. Sikap kritis, semangat dan juga kreatif senantisa akan melekat pada diri seorang mahasiswa, dengan alasan itulah mahasiswa berhasil membongkar dan merobohkan setan yang berdiri mengakang, itu pada tahun 1998.
Menghadapi “khenduri raya” 2017 banyak rekan-rekan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai timses dengan berbagai nama. Satu hal yang positif ketika para agen of change ini tertarik untuk mengkikuti arus politik di Aceh, sehingga mampu mewarnai arah politik dan menciptakan aceh yang semakin kreatif, semangat dan mandiri kedepannya. Suatu harapan besar jika mengingat peristiwa 1998 dimana mahasiswa mampu menciptakan bangsa Indonesia yang besar menajdi semakin baik, maka tidak mustahil jika mahasiswa tidak mampu membuat perubahan di Aceh.
Bagi para mahasiswa “khenduri” ini juga sebagai ajang pembelajaran politik praktis, tendensi dijadikan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan oleh para “senior” yang punya kepentingan dalam “khenduri” 2017 ini, oleh karena demikian sikap hati-hati juga harus diperhatikan oleh mahasiswa mengingat mahasiswa punya rekor bagus dalam sejarah bangsa. Jika tidak mampu berbuat lebih, minimal mampu mempertahankan prestasi.
Setuju atau tidak banyak juga mahasiswa yang tergabung dalam berbagai timses untuk 2017, sedikit tidaknya akan kehilangan sikap kritis, indikator kehilangan sikap kritis tersebut adalah ketika mahasiswa mengedepankan kepentingan individual dengan mengabaikan kepentingan orang banyak.
“Khenduri raya” ini merupaya upaya untuk menciptakan babak baru dalam sejarah perpolitikan  Aceh, banyak pertanyaan yang kita munculkan, banyak asusmsi yang dapat kita asumsikan namun energi positif haruslah selalu ditebarkan, para pemuda adalah harapan besar bangsa semoga mereka mampu memperbaiki sistem jika seandainya ada sistem yang sudah tidak layak pakai.


Jumat, 04 Maret 2016


ketika listrik "meneror" masyarakat


Penemuan listrik sebagai penerang modern sejatinya memberikan pengaruh besar kepada masyarakat. Bagaimana tidak, alat penerang dimalam hari ini mampu memberikan kesan signifikan kepada masyarakat, baik pada aspek ekonomi dan beberapa aspek lainnya. Sebagai alat penunjang dalam kehidupan, urgensi listrik memang tak dapat di pungkiri bahkan sebahagian masyarakat menganggap listrik sebagai kebutuhan primer.
Di zaman yang serba elektronik ini listrik memang sudah menjadi kebutuhan primer, urgensitas listrik dalam rumah tangga tidak diragukan lagi, air tidak akan panas, nasi tidak akan masak dan juga baju tidak akan bersih dan rapi jika listrik tersebut dipadamkam, akhirnya proses admisnistrasi dalam sebuah rumah tangga akan tersendat.  Meskipun pemadaman dilakukan hanya sebentar, implikasi dari pemadaman tersebut sangat amat besar pengaruhnya bagi masyarakat.
Kebanyakan pelaku industri baik menengah maupun atas, juga merasakan hal yang sama dengan rumah tangga, bahkan lebih parah lagi para pelaku industri ini rata-rata akan mengalami kerugian akibat pemadaman tersebut. Para pelaku harus menambah biaya produksinya pada saat lampu tersebut karena  hampir semua industri yang ada itu dipengaruhi oleh listrik.
Dalam bidang pemerintahan sepertinya juga merasakan dampak dari listrik, listrik adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang jasa seyogyanya harus lebih serius dalam hal memberikan  pelayanan kepada masyarakat, artinya mereka tidak hanya hadir untuk meraup keuntungan saja dari masyarakat tapi juga melayani masyarakat dengan sepenuh hati.

“Apresisasi” masyarakat
Listrik padam memang buka lagi hal yang aneh dalam masyarakat, bahkan itu sudah menjadi rutinitas yang dilakukan oleh pemengang otoritas dalam bidang “kelampuan”. Permsalahan tersebut sudah ada sejak ‘Zaman Yunani Kuno” bahkan sampai sekarang sepertinya  masih  belum menemukan titik terang sehingga keberadaan “panyoet Ciloet” masih eksis sampai sekarang, padahal zaman sudah serba listrik.
Istilah “teuculok bu lam idong” juga sering terdengar dikalangan masyarakat akibat matee lampu yang terkadang terjadi sampai berkali-kali dalam satu waktu, hal ini tentu menjadi permasalahan yang sangat serius yang membutuhkan solusi secepat mungkin, sehingga keresahan masyarakat mengenai hal ini tidak terjadi serta kepercayaan masyarakat terhadap PLN tidak hilang.
Memang sudah begitu diri jika kebiasaan yang dilakukan tiba-tiba terhenti, akan menimbulkan respon yang beragam. Begitu juga dengan pemadaman listrik,   Bahkan masyarakat merasa di zalimi oleh pihak yang memadamkannya. Rasa kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak yang menyediakan jasa tersebut.
Beberapa waktu yang lalu ada sebuah lagu yang sangat booming di masyarakat yang berjudul “Sakitnya tuh disini” yang dinyanyikan oleh Cita Citata. Lagu ini sangat cocok dijadikan respon terhadap pemadaman listrik oleh Perusahan Listrik Nasional (PLN) tersebut. Dan PLN pun bisa menanggapinya dengan lagu yang dinyanyikan oleh Julia Perez “Aku Mah Gitu Orangnya”.

Otoritas berbeda
PLN merupakan pemegang otoritas dalam hal memberikan pelayanan penerangan terhadap masyarakat, pelayanan tidak serta merta diberikan oleh PLN seperti seseorang yang memberikan sedekah kepada pengemis, si pemberi tidak mesti tau pengemis tersebut secara spontan tentu ia akan memberikan sedekahnya dengan niat membatu pengemis yang miskin tersebut, tanpa meminta imbalan apapun. Berbeda halnya dengan pemberian pelayanan listrik oleh PLN, dimana masyarakat tidak menadapatkanya secara gratis alias harus bayar, jika dulu sistemnya dibayar perbulan maka sekarang mengalami perubahan yaitu pembayaran secara elektrik. Namun itu bukanlah permasalahan karena dalam hal ini penyedia jasa dan pelanggan sama-sama di untungkan.
Sebagai pemegang otoritas, pihak PLN sering kali meminta maaf kepada masyarakat karena kurang maksimal dalam hal memberikan pelayanan. Permintaan maaf adalah hal mudah untuk dilakukan namun memberikan maaf adalah hal yang sulit untuk dilakukan meskipun itu perbuatan yang sangat terpuji dan di sukai oleh Allah, bersembunyi dibalik kata maaf bukanlah solusi dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pada saat proses pembayaran listrik kata maaf tersebut tidak berlaku, artinya apabila telah jatuh tempo wajib bayar jika tidak aliran listrik akan diputuskan dan apabila ingin memasang kembali arus tersebut wajib bayar lagi. Jika maaf merupakan solusi atas pemadaman seharusnya pemintaan maaf juga berlaku saat pembayaran.

Pembenahan seharusnya lebih maksimal dilakukan oleh PLN dalam memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat sehingga masyarakat merasa nyaman, listrik sebagai alat pemeberi kenyamanan bagi masyarakat tidak seharusnya menjadi teror bagi bagi masyarakat. 

Minggu, 31 Januari 2016

NASEHAT SOERANG TEMAN UNTUK PARA PEMULA
Oleh Irvan
Cuco Ar-Raniry
PPS UIN AR-RANIRY



Hai guys.......
Saya baru saja mendapat “reneisance” dari seorang teman, di awali dengan sebuah pertemuan ketika sama-sama “nyemplung” dan menjadi “cuco Ar-raniry” di Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry. Disitulah saya dekat dengan sosoknya. Dia adalah adalah lulusan IAIN Sunan Gunung Jati Bandung, meskipun sama-sama orang Aceh saya tidak menyangka di adalah orang Aceh, mungkin karena kelamaan tinggal di pulau Jawa,  jadi secara keseluruhan ini ada pengaruhnya.
Sejalan dengan penduduk Negara kesatuan Republik Indonesia, Aceh juga memiliki keragaman Suku, yang hidup di bawah bingkai Ke-Acehan sejak zaman dahulu kala.  Setidaknya ada 12 suku yang penulis ketahui, diantaranya Gayo, Alas, Singkil, Aneuk Jamee, Tamiang, Kluet, Devayan, Singulai, Batak Pakpak, Haloban dan Lekon, yang tersebar diseluruh Nanggroe Aceh Darussalam. Nah, kawan saya ini merupakan salah satu dari sekian banyak suku ini yaitu Singkil, sekian saja perkenalannya ya !
Pertanyaan saya yang pertama adalah bagaimana memperbanyak halaman dalam sebuah tulisan?. Karena biasanya tulisan yang yang saya tulis tidak lebih dari tiga paragraf yang terdiri dari 6 baris atau kurang. Hal ini tentu bukanlah hal yang baik dalam menulis karena biasanya seorang penulis mampu “menelorkan” beribu-ribu bahkan tak terhingga jumlah halaman yang dihasilkan dalam karyanya.
Maping (pemetaan)
Karena sudah sering menulis, kawan ini secara spontanitas langsung mengeluarkan notebook dalam tasnya dan meminta pulpen kepada saya, setelah itu ia langsung menuliskan betapa pentingnya maping dalam sebuah tulisan, dengan adanya maping tulisan menjadi berkesinambungan dan tersistem sekaligus mampu membuat pembaca mudah mengerti pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Kemudian maping juga akan membantu penulis dalam memunculkan sub-sub judul yang akan di bahas, dengan begitu secara otomatis juga akan menghasilkan halaman yang banyak.
 Agar lebih mudah, kawan saya memberikan sebauh contoh: misalnya kamu sesuatu yang bertema politik dengan judul Money politik, nah kamu harus melihat fenomena dari judul kamu angkat tersebut,apa yang yang terlihat dari hasil observasi kecil-kecilan yang kamu lakukan. Misalnya “ ketika mendekati pesta demokrasi di indonesia, calon yang maju untuk mencalokan diri sebagai kepala daerah kebanyakan adalah pengusaha” ,  Jika menulis fenomena dengan baik insya Allah halaman yang kamu tuliskan akan banyak. Tuliskan fenomena sebanyak mungkin, hal ini juga dapat meyakinkan pembaca bahwa ini benar-benar sedang terjadi.
Selain fenomena ada hal lain yang juga penting membuat dalam membuat maping sebuah tulisan/opini yaitu melihat plus-minus dari topik atau judul yang kamu angkat. Lagi-lagi si kawan ini memberikan sebuah contoh agar tidak terkesan apa yang disampaikan terlihat seperti “menara gading yang sangat tinggi dan tidak dibumikan”. Contoh “nilai plus dari money politik  hanya bagi  mereka yang mencalonkan diri dan punya banyak uang sehingga akan mampu memperoleh kemenangan dengan uang yang mereka miliki. Kemudian nilai minus dapat dilihat “bahwa calon yang tidak memiliki banyak uang akan mengalami kekalahan meskipun secara kulaitas dia sangat tepat untuk menjadi pemimpin” dan banyak lagi bagian plus dan minus dari praktek money politik. Begitulah kira-kira penjabaran yang diberikan oleh  si kawan mengenai bagaimana melihat sisi plus dan minus, sehingga mampu menghasilkan halaman yang banyak dalam sebuah tulisan.
Tidak hanya itu, ada hal ada hal lain yang perlu diperhatikan yakni melihat akibat/implikasi jika hal tersebut dibiarkan, dalam hal ini sebagai seorang penulis haruslah menerawang--tentu saja penulis tidak dimasukkan dalam kategori ahli nujum-- apa yang  akan terjadi, misaly dalam contoh yang disebut tadi yaitu money politik. Praktek money politik terus dibiarkan siapa saja yang akan terkena imbasnya?,  apa saja yang menjadi imbasnya?,  dan bagaimana nasib yang terkena imbas dari praktek tersebut. Jika kamu melihat implikasi seperti yang telah disebutkan insya Allah siapkan aja kertas yang banyak untuk print out tulisan kamu, seandainya kamu ingin menprint outnya dan membagikan kepada orang lain.
 Tulisan banyak tentu akan  mencirikan bahwa seseorang pandai merangkai kata dan punya bacaan yang banyak sekaligus tingkat intelek dan analisis yang tinggi terhadap sebuah permasalahan yang diangkat dalam sebuah tulisan. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa yang disampaikan dalam tulisan tersebut hanya cerita atau bahkan hoax saja. Nah, dalam hal ini kawan saya menyarakan agar terhindari dari karya yang bersifat hoax saja maka dalam proses maping juga perlu diperhatikan adanya solusi terhadap permasalahan (topik) yang diangkat oleh penulis. Sebagai contoh solusi untuk praktek money politik adalah perlunya penegakan hukum yang tegas, semua pihak harus terlibat (disebutkan siapa saja yang harus terlibat misalnya akademisi, ulama dan lain-lain), sehingga akan membuat proses dari pesta demokrasi akan benar-benar terkawal. Nah begitulah kira-kira penjelasan kawan saya.