Irvan

http://irvan-ushuluddin.blogspot.co.id/
alumni mahasiswa UIN AR-RANIRY,Fakultas Ushuluddin Aqidah dan Filsafat.
About Me
setelah menamatkan sekolah swasta (MIS Tuwi Kareung) di Kecamatan Pasie Raya (dulunya Teunom), Kab Aceh Jaya, untuk tingkat pertama kemudian melanjutkan SLTP N 3 teunom selesai tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 MEULABOH selesai tahun 2008, kemudian masuk ke Universitas UTU Meulaboh dan alhamdulillah tidak Selesai hehheh..., tahun 2009 masuk ke UIN Ar-Raniry di Fak. Ushuluddin siap pada tahun 2013 , sekarang sedang mengikuti program Pasca Sarjana UIN AR-RANIRY .

Jumat, 25 Desember 2015

REINTERPRETASI JIHAD DALAM ISLAM
(dalam Konteks Ke-Acehan)
Oleh: Irvan, S.Fil.I
Mahasiswa Pemikiran dalam Islam
Program Pascasarjana (PPs) UIN Ar-Raniry
Banda Aceh

PENDAHULUAN

Sejak diutusnya Rasulullah Saw. sebagai pembawa risalah kebenaran bagi seluruh umat manusia, Islam adalah risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. yang merupakan agama terakhir yang datang ke permukaan bumi ini. Islam datang dengan membawa kedamaian tidak hanya bagi pemeluknya akan tetapi juga bagi orang yang bestatus non-muslim.
Sejak kedatangannya, Islam sebagai yang paling benar di sisi Allah terus mengalami kemajuan, kemajuan yang dalam hal tidak terlepas dari peran nabi Muhammad sebagai pembawa risalah yang memulai dakwahnya secara personal, sembunyi-sembuyi sampai kepada kelompok, suku secara terang-terangan.
Dakwah yang dilakukan oleh rasulullah tidak semudah membalikkan telapak tangan, berbagai hambatan beliau alami sepanjang sejarah dakwahnya, namun hal tersebut tidak menjadikan patah semangat dan menyerah, justru hambatan tersebut menjadi pijakan dakwah, sehingga beliau dapat menjalankan dakwahnya dengan tabah dan sabar.
Al-Qur’an telah memberikan perintah agar Islam disebar terus menerus, perintah tersebut berdampak positif bagi seorang muslim, di mana jika ia  menyebar agamanya dengan cara yang benar maka akan mendapat imbalan dari Allah Swt.
Setelah agama Islam menyebar secara luas dan banyak dikenal oleh orang banyak, maka seorang muslim juga wajib membela, menjaga, serta melindungi agamanya dengan segenap jiwa, raga dan harta sehingga Islam akan tetap kokoh dan berkembang. Hal seperti inilah yang bisanya disebut dengan Jihad. Dalam perkembangannya, jihad selalu indentik dengan perperangan, selalu menimbulkan kegaduhan , ketidak amanan, kekacauan, dengan militer atau senjata, sehingga siapa saja yang melakukan jihad seolah-olah dialah penyebab dari semua kekacauan.
Setidaknya ada dua golongan yang muncul ketika akan membahas mengenai jihad, yang pertama golonngan ekstrim yang menolak jihad dan golongan ekstrim yang menerima jihad, perlu pendekatan yang sangat baik dalam memahami jihad sehingga aliran ekstrimis ini dapat di minimalisir
Oleh karena itu diperlukan suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang disebut dengan jihad, sehingga dengan adanya kajian tersebut akan mampu merubah paradigma terhadap jihad dan Islam yang pada masa kontemporer selalu di labelkan dengan teroris.  Dalam makalah ini, penulis mencoba melihat kembali makna jihad, menginterpretasi makna jihad agar  lebih bermasyarakat dan kita akan mampu memasyarakatkan jihad tidak hanya dikalagan muslim tapi juga dikalangan non-muslim.
Kemudian dalam konteks ke-acehan pandangan tentang jihad kian lebih luas, bahkan ketika konflik aceh terjadi, korban yang meninggal karna memperjuangkan Aceh dipandang akan memperoleh pahala Syahid.






















PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jihad

Kata jihad ditulis dengan menggunakan الجهاد yang berarti perjuangan.[1] Jika ditelaah dari akar kata jahada-yujahidu-jahdan-juhdan, yang diartikan sebagai at-thaqah (kesungguhan), al-mashaqqah (kekuatan) dan mubalaqah (kelapangan). Adapun Kata jihad yang berkedudukan sebagai masdar dari jahada,  diartikan sebagai berusaha mengahbiskan segala daya kekuatan, baik perkataan maupun perbuatan. Selanjutnya, jihad juga mengandung arti dakwah, menyerang, pembunuhan, perperangan, penaklukkan, menahan nafsu, serta makna lain yang mendekati.[2]  
Kemudian jihad juga diartikan sebagai perang suci umat Islam terhadap mereka yang menolak Islam.[3] Jihad merupakan salah satu perintah Allah di dalam al-Qur’an, setiap kaum muslimin dituntut untuk berjihad dijalan Allah karena dengan jihadlah eksistensi ini terjaga.[4] Pada  hakikatnya makna jihad dalam al-Qur’an mempnyai arti mengerahkan segala kekuatan untuk menyebarkan dakwah Islam serta mendukungnya.
Kemudian ada juga yang memberikan makna bahwa jihad adalah mengerahkan segala kemampuan, fisik, akal pikiran, mempertaruhkan nyawa, memberikan bantuan harta, pikiran atau memberikan bekal berperang dengan cara yang lainnya.
Rudolph peter dalam bukunya Jihad In Clasiccal And Modern Islam menulis bahwa jihad dalam kontek agama Islam adalah perjuangan untuk melawan ketidakbenaran dengan tujuan memperbaiki Islam dan ummat.[5] Dalam pengertian ini juga masih tahap normal, sehingga tidak terlihat unsur menyudutkan.
Sebenarnya pengertian Jihad sangat luas, sehingga ia harus dibuat perincian dengan begitu pengertian yang dihasilkan akan mampu memaknai jihad dengan sebenarnya, terkadang kesalahpahaman terhadap jihad memaksa seseorang untuk salah memberikan defenisi terhadap jihad itu sendiri. Makna yang luas dari kata jihad jangan pula disempitkan yang justru akan berdampak negatif.
Upaya “Rasionalisi” jihad telah dilakukan oleh kaum yang hidup pada zaman modern, tujuannya bukanlah untuk menyudutkan Islam, melainkan untuk membantah asusmsi orang Barat, yang mengatakan bahwa Islam adalah agama kekerasan. Karena selama ini jihad sering dihubungkan oleh orang-orang, terutama kalangan dari dunia Barat, dengan praktek terorisme.[6]
Ibn Qayyim al-Jauziyah memberikan defenisi jihad ke dalam beberapa bagian, pertama, melawan hawa nafsu, melawan setan, melawan orang kafir dan melawan orang munafik.[7] Dengan begitu jihad tidak hanya dlakukan dengan fisik tapi juga ada bentuk non fisik dalam praktek jihad itu sendiri. Meskipun indentik dengan senjata atau militer jihad namun sangat lebih baik jika memahami jihad dalam bentuk yang lebih persuasif.
B.     Al-Qur’an tentang Jihad
Dalam surat al-Furqan ayat 52, kata-kata jihad diartikan sebagai menyampaikan hujjah kepada orang-orang yang ingkar terhadap kebenaran, berdiskusi dengan dalil yang pasti agar mereka percaya dengan kebenaran Islam. Kemudian dalam surat al-Ankabut ayat 69,  jihad diartikan bersungguh-sungguh  untuk mendapat ridha Allah. Kemudian surat yang sama pada ayat 8 diartikan dengan memaksa, pada ayat 6, diartikan dengan berkerja keras agar memperoleh apa yang diinginkan. Pada surat at-Taubah ayat 41 jihad diartikan sebagai perang menggunakan senjata untuk melawan orang-orang yang inkar agar mereka mau takluk kepada kekuasaan Islam.[8] Pergertian yang terakhir inilah yang sering digunakan oleh banyak kalangan, sehingga ketika mendengar kata jihad secara spontanitas akan mengiring pemikiran bahwa yang dimaksud adalah perperangan.
Kata jihad dalam al-Qur’an  telah disebutkan sebanyak 24 kali,[9] penyebutan sebanyak ini mengindikasikan bahwa urgensi jihad dalam pandangan Islam sangatlah besar. Dengan demikian wajar jika orang Islam diindentikkan dengan konsep Jihad.
Para ulama klasik, telah merumuskan bahwa hukum jihad adalah fardhu kifayah, dengan dalil Surat An-Nisa: 95 dan At-Taubah: 122. Dalam perngertian ulama klasik menurut Yusuf Qardhawi, cenderung memaknai jihad dengan perperangan dalam kitab-kitab mereka.[10]
C.     Sejarah Jihad Aceh
Tepatnya tanggal 21 juni 1599[11] menjadi saksi sejarah ketika belanda pertama kalinya, dengan segala perlengkapan militer menginjakkan kaki di tanah Serambi Mekah ini. Kedatangan orang kulit putih ini bukanlah suatu maksud baik melainkan untuk menjalankan kolonialisme yang menguntungkan mereka.
Meskipun pada awal kedatangan mereka dijamu sebagai tamu negara oleh sultan Alaiddin sayidil Mukamil dan diberi izin dagang di Aceh,[12] meskipun demikian bukan berarti kehidupan belanda di Aceh tidak mengalami masalah. Perdagangan yang dilakukan oleh belanda tidak seperti yang dikatakan pada awal mereka datang ke Aceh. Dalam pribahasa Aceh sering disebutkan “tajok hatee ilakee jantong” (ketika jantung telah diberikan mereka malah minta hati). Akhirnya dengan kecurangan seorang yang mengendalikan perdangan belanda itu terbunuh dan beberapa pengikutnya menjadi tawanan.
Kawasan Kerajaan Aceh Darussalam terkenal sangat luas, Barus yang merupakan bagian dari Aceh pada saat  itu diserang oleh Belanda.[13] Penyerangan ini tentunya menimbulakan perlawanan, sehingga berkecamuk perang pada saat itu yang dilakukan oleh orang Aceh Darussalam untuk melawan Belanda. Setelah kejadian ini, barulah Belanda membuat ultimatum berperang dengan Aceh Darussalam.
Selain menggunakan senjata, orang Aceh dalam mempertahankan tanah kelahirannya juga menggunakan pedang (peudeung) , rencong (rincoeng), dan alat-alat manual lainnya, namun semangat tidak pernah hilang dibenak orang Aceh. Dalam berperang teriakan-teriakan Allahuakbar dan harapan menjadi orang syahidlah yang menjadi senjata yang mematikan dan sangat menakutkan. Bahkan sembonyan yang digunakan pada saat melawan Belanda adalah “syahid atau menang”. Semangat jihad terus dikumandangkan, bahkan sampai kedatangan tentara Jepang hal tersebut masih tetaap berlaku dan masih menjadi senjata yang sangat mematikan bagi tentara-tentara Jepang.
Mempopulerkan jihad merupakan ruang lingkup orang-orang yang mengerti dan punya ilmu keagamaan yang mendalam, salah seorang tokoh yang berjihad pada masa Jepang adalah Teungku Abdul Jalil, beliau bahkan mempersiapkan diri untuk mati syahid dengan berkhalwat dan menurut Abdul Jalil, melawan bukan sia-sia, menyerahlah yang sia-sia, menyerah belum tentu syahid,tapi melawan sudah terang syahid.[14]
Semenjak saat inilah jihad menjadi populer dikalangan masyarakat Aceh, pengkhiantan yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap Aceh dan penjajahan yang dilakukan oleh negeri Sakura inilah menjadi motif yang pertama timbulnya pergerakan untuk melawan sikap kolonialis tersebut. Hal ini boleh jadi, merupakan alasan bahwa dengan berperang akan memperoleh pahala syahid.
Karena jihad merupakan merupakan ajaran Islam akhirnya jihad fisabilillah semakin familiar di telinga rakyat Aceh, berbicara mengenai agama orang Aceh paling sensitif, meskipun sebagian masyarakat masih belum terlalu teratur dalam ber’ubudiyah, namun jika ada yang mencoba mepermasalahkan Islam, nyawa pun siap dilayangkan.  
Hikayat prang sabi adalah salah satu bentuk pembangkit semangat orang Aceh dalam berjuang yang dibuat dalam bentuk sastra oleh tgk Chik Pante Kulu, syair ini masih eksis sampai sekarang. Syair tersebut di ubah dalam bentuk lagu dan di nyanyikan oleh beberapa penyanyi lokal Aceh, bahkan syair tersebut tetap digunakan ketika Gerakan Aceh Merdeka (GAM), untuk membangkitkan semangat tentara-tentara GAM pada saat konflik Aceh masih berlangsung.
Hikayat ini telah mampu menjadi spirit masyarakat Aceh dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda dan juga menjadi spirit ketika Aceh melawan pemerintah, tentu saja hal tersebut juga tidak terlepas dari peran-peran ulama yang ada di Aceh.[15] Spirit tersebut dibangkitkan oleh makna jihad itu sendiri.
Peran ulama memang tidak dapat dipisahkan dalam hal tersebut, biasanya apapun yang dikatakan oleh ulama akan menjadi sesuatu yang benar dan umat akan mengikuti apa yang telah difatwakan, ketika ulama memahami jihad sebagai sesuatu yang “ekstrem” maka umat pun akan bersikap ekstrime, ataupun salah pemahaman terhadap apa yang sudah difatwakan oleh para ulama mengenai jihad. Misalkan pada kasus bom bunuh diri, Abu Bakar Ba’syir mengatakan bahwa bom bunuh diri untuk melindungi uamt Muslim, melawan kafir bukan kepentingan yang besifat duniawi. Meskipun begitu menurut abu Bakar ba’syir, jika menerapkan di wilayah aman, bukan daerah yang berstatus konflik, mereka berada di posisi salah langkah.[16]
Di Aceh, penggunaan makna Jihad pada masa konflik masih berorientasi kepada perperangan, meskipun perperangan berlatarbelakang sikap tidak adilnya pemerintah terhadap orang Aceh. Orang Aceh telah bejasa besar terhadap kemerdekaan Indonesia, sehingga sudah seharusnya Aceh lebih Istimewa dari daerah-daerah lain.
Karena sering digunakan dalam perspektif perang, maka makna jihad pun semakin mengarah kepada gerakan radikal, maka kemunculan persepsi bahwa jihad selalu berhubungan dengan gerakan terorisme. Asumsi seperti ini telah mencampur adukkan epistemologi disiplin ilmu, dan akhirnya melahirkan kesimpulan yang keliru mengenai Islam yang melegalkan jihad tersebut, lebih parah lagi kajian-kajian seperti ini ditulis oleh orang non-Islam.[17] Istilah jihad telah mampu menghasil perdebatan yang sangat panjang hal tersebut menjadi sangat urgen untuk diperbincangkan karena banyak orang telah meninterpretasikan jihad dalam Islam adalah suka berperang dan selalu mengangkat pedang.[18] Senjata ini merupakan misi yang dijalankan oleh para orientalis yang mencoba menghancurkan Islam.
Islam dan jihad memang tidak dapat dipisahkan, karena Islam bukan hanya ber’ubudiah kepada Allah atau hanya menghubungkan manusia dengan Tuhan saja, melainkan berhubungan dengan politik dan sosial, berhubungan dengan masyarakat dan ekonomi, kemudian juga berhubungan dengan hukum dan perperangan.[19] Ketika ayat yang pertama dalam Islam menyuruh manusia untuk membaca, ini mengindikasikan bahwa kita harus banyak membaca dan menuntut ilmu, dengan begitu perubahan ke arah yang lebih baik akan mudah di dapatkan, jika perubahan ke arah yang lebih baik dari berbagai aspek telah berhasil dilakukan maka inilah yang dinamakan dengan berjihad untuk kemaslahatan umat.
Pada masa modern ini, memmbebaskan diri dari penjajahan, mengubah sistem Pemerintahan yang kafir, dan menyampaikan dakwah ke seluruh dunia adalah jihad. Secara umum bertujuan untuk meninggikan kalimat Islam, sehingga Islam akan menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia, jihad merupakan metode untuk menyebarkan Islam.[20] Metode jihad sebenarnya tidak hanya beorientasi radikal tetapi juga punya makna yang sangat persuasif, namun apakah yang bentuk persuasif tersebut di akui sebagai jihad?, upaya untuk membuat pemahaman terhadap jihad terus dilakukan supaya jihad tidak hanya bersifat radikal.
Upaya untuk rasionalisasi jihad dan tidak terkesan angker. Dalam kontek kekinian Jihad memang harus dipahami secara luas, pemahaman terhadap jihad tidak boleh dilakukan secara dangkal. Oleh karena itu Hasbi Amiruddin Mengemukakan bahwa jihad yang seharusnya dilakukan adalah sebagai berikut:[21]
1.      Jihad Membangun Akhlak Umat
Kehidupan Masyarakat Aceh pada Saat ini, dalam konteks pergaulan masih sangat disayangkan karena belum semuanya memiliki kesadaran bahwa dia hidup ditanah serambi Mekkah dan di negeri yang sedang dijalankann syariat Islam. Pergaulan tersebut seharusnya di awasi oleh seluruh elemen masyarakat, sehingga akan benar akhlak muda-mudi terus terjaga dan tidak mengikuti pola kehidupan ala Eropa atau kebarat-baratan.
Kemudian dalam konteks Indonesia, begitu juga Aceh, munculnya kasus-kasus korupsi ini menandakan bahwa akhlak pelaku patut dipertanyakan, apalagi kebanyakan dari pelaku adalah orang-orang yang sudah menempuh pendidikan yang tinggi. Hal-hal demimikian inilah yang mendasari kenapa seharusnya berjihad dalam bidang akhlak, karena rasulullah diutuskan adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
2.      Jihad Mempersatukan Umat
Situasi umat Islam memang sedang dalam kondisi memprihatinkan, mengingat banyaknya terjadi permusuhan antara sesama Islam, penyebabnya sangat bervariasi mulai dari perebuatan lahan ekonomi, kekuasaan, perbedaan bangsa, perbedaan suku, mazhab atau aliran dalam agama. Seharusnya perpecahan ini tidak terjadi dikalangan umat Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.
Dalam konteks Aceh, perpecahan juga terjadi baru-baru ini, perpecahan tersebut seperti isu pemekaran provinsi ALA dan ABAS, keuudian juga hangat dengan perbincangan antar mazhab di Aceh, untuk mepersatukan hal-hal yang seperti tentunya perlu kerja keras,baik tenaga maupun pikiran, oleh karena jihad ini sangat penting dilakukan.
3.      Jihad Membangun Politik Islam
Sebagian masyarakat sudah merasa risih dengan permainan politik, dengan politik mereka mencoba mencari materi, popularitas bukan lagi untuk mensejaterakan rakyatnya. Islam tidak dapat dipisahkan dari politik, sampai kapanpun keduanya seperti dua sisi mata uang. Politik yang seperti ini bukanlah politik yang kita lihat sekarang, politik yang selalu meletakkan kepentingan pribadi di atas segala kepentingan. Untuk merubah sistem yang dibuat oleh oknum ini, maka perlu dilakukan upaya-upaya agar politik sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh rasulullah.
4.      Jihad Sosial
Peduli terhadap seluruh umat Islam sudah seharusnya dilakukan, karena aspek ini sangat penting bagi masyarakat, setelah tsunami dapat dilihat bagaimana proses bantuan datang dari berbagai belahan dunia, nah dalam hal ini bagi yang mendatangkan bantuan dari orang non muslim,  tentu akan menjalankan misi-misi tertentu, maka alangkah sangat bagus jika orang Islam sendiri yang lebih mementingkan aktivitas sosial seperti ini, pergerakan-pergerakan islam jangan hanya bergerak dibidang politik seperti dikatakan oleh yusuf Qardhawi, bahwa pergerakan atau jihad lebih banyak di bidang politik yang menguras begitu bayak tenaga kemudian mereka melalaikan sisi sosial dalam masyarakat Islam.
5.      Jihad Membangun Ekonomi
kemiskinan merupakan “virus” yang sangat berbahaya bagi akidah umat, kemiskinan seringkali berdampak negatif terhadapa perilaku dan juga moralitas seseorang. Maka perhatian terhadap kemiskinan harus diutamakan mengingat ia merupakan faktur besar yang dapat menghacurkan kehidupan.
Meningkatkan SDM adalah hal utama yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi kemiskinan, kemudian diikuti oleh perbaikan distribusi kekayaan yang tidak hanya memantingkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, jika ini dilakukan kemungkinan besar islam akan kembali berjaya.
6.      Jihad Membangun Pendidikan
Pendidikan adalah sektor yang sangat penting dalam kehidupan, dengan meningkatkan sektor ini maka akan membuat suatu umat mengalami kemajuan. Dengan adanya kemajuan yang dialami oleh umat maka Islam sendiri akan mendapat tempat yang istimewa bagi orang non-Islam.
Banyak sekali institusi pendidikan yang telah ada, namun sangat sulit dicari orang yang ahli dan profesional dalam melakukan pekerjaan yang diembannya sebagai tenaga profesional, untuk belajar teknologi kebanyakan dari umat Islam masih mengidolakan dan berkiblat ke dunia Barat.
7.      Jihad Memperkuat Dakwah
Dakwah memang dapat menggunakan senajata serta bisa juga dilakukan  dengan menggunakan akal dan pikiran. Pada zaman modern ini, rasanya perang pikiran justru lebih berat ketimbang perang yang dilakukan dengan senjata. Mengembangkan dakwah dengan mendirikan pusat-pusat dakwah adalah bentuk jihad yang harus dilakukan. Begitu juga membangun pusat dakwah di dalam negeri Islam sendiri untuk membentengi pemuda-pemudi Islam agar tidak meyinpang dalam aqidah, tingkah laku dan juga pemikiran. Dalam hal mendakwahkan Islam peran pemuda sangatlah besar.[22]
Media merupakan salah satu sarana yang sangat besar untuk menyampaikan dakwah, penagrus media dalam masyarakat sangatlah besar, sehingga saran ini menjadi saran utama untuk pengemabangan dakwah.
8.      Jihad dengan Perang
Tanpa mengurangi makna jihad bahwa boleh dalam artian berperang melawan musuh, sebenarnya bagaiamana perang yang evektif dalam dunia komtemporer?. Perang tentunya memiliki beberapa indikator atau latarbelakang, adakala ketika merasa dijajah oleh kaum kafir, seperti yang terjadi di Xinjiang, Kashmir, Mindano dan Patani. Ada pula karena berbeda sudut pandang dalam mendirikan negara yang di istilahkan dengan negara islam atau negara sekuler yang kemudian didukung oelha negara kafir seperti di Afganistan. Adakalanya sebagian muslim merasakan tidak diberlakukan secara adil oleh pemerintahnya sendiri sehingga melakukan perlawanan seperti yang terjadi di Irak, Suriah dan Libya. Demikian juga karena berbeda pandangan seperti yang dibangun oelh ISIS, negara Islam Irak dan Suriah.[23] Perlawanan terhadap ketidakadilan juga pernah dilakukan masyarakat Aceh kepada pemerintah Pusat.
Jihad melalui perperangan boleh dilakukan, bahkan al-Qur’an telah menganjurkan untuk melakukannya, namun alangkah lebih baik jika jihad tidak hanya dimaknai dengan perang saja atau perlawanan menggunakan senjata tetap dengan pikiran, tulisan, pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi dan juga politik. Jihad seperti ini tampak lebih persuasif bagi masyarakat, sehingga ketika ada aksi teroris tidak terbawa nama Islam. Namun demikian kita sebagai umat Islam juga tidak boleh lengah, kita juga harus mempersiapkan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Upaya membelokan manka jihad menjadi aksi teroris sangat sering diperbicangkan oleh karena itu kita sebagai umat islam harus meluruskan kemabali makana tersebut dengan melihat konteks sejarah, hukum, rukun, syarat dan juga adab-adabnya.[24]


KESIMPULAN

Jihad memang telah menimbulkan perdebantan yang sangat panjang, dan juga telah menguras banyak tenaga, karena konsep ini jika salah dipahami justru akan menjadi senjata makan tuan, oleh karena melihat kembali makan jihad tersebut dengan berbagai sudut pandang sangat peting bagi kita semua.
Memakanai jihad tidak hanya berarti perang, begitu juga jihad bukan aksi teroris, bukan penindasan yang yang berlebihan, ia merupakan sarana untuk mendakwahkan kalimat iIslam di seluruh jagat raya. Oleh karena itu umat Muslim tidak hanya harus memperluas daerah kekuasaan namun intropkesi atau musahabah juga punya peran yang sangat penting.
Jihad yang bentuknya selain juga akan mampu mengantarkan islam menuju puncak kejayaan, ketika SDM Muslim sudah baik, kesejahteraan dimana, Islam tampil dengan aksi sosialnya, mampu memelihara remaja-remajanya sebagai genarasi penerus tentu saja hal tersebut akan berimplikasi besar terhadap Islam itu sendiri.






















DAFTAR PUSTAKA
A S Horby, Oxford Advance Learner’s Dictinonary, Walton Street oxport: Oxford University Pres, 1998
A.W Munawwir,  Kamus Al-munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997
Aboe Bakar Atjeh, Islam Sumber Djihad dan Ijtihad, Jakarta: U.I.D Jakarta, 1909
Abu Bakar Baa’syir, Catatan Dari Penjara, Untuk Mengamalkan dan Menegakkan Dinul Islam, Depok, Mushaf, 2006
Alchaidar, Gerakan Aceh Merdeka; Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan negara Islam, Jakarta: Madani Press, 1999
Ali Hasyimi, Dkk., 50 Tahun Membangun, Aceh: MUI Aceh, 1995
Azharuddin Sahil, Indeks Al-Qur’an:pakar Pengajaran Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalisme, Modernisme dan Post Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996
Bustami Abu Bakar, Ulama dan Politik Menyonsong Aceh Baru, Banda Aceh: LSAMA, 2011
Hilmu Bakar al-Maschaty, Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2001
Ibn Qayyim al-Jauziyah, Zadd al-Ma’ad, Jil.3, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998
Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Strategi Kebudayaan Untuk Bangsa, Banda Aceh, Ar-raniry Press, 2014
Kamaruzzzaman Bustamam-Ahmad, Sejarah Politik Islam Indonesia: Dari Pra-Kemerdekaan Hingga Era Reformasi, Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2013
M. Hasbi Amiruddin, Jihad Membangun Peradaban, Banda Aceh: LSAMA, 2015
Rudolph Peter, Jihad In Clasiccal And Modern Islam, Princeton: Markus Winner Publisher, 1995
Taufiqul Hadi, Reinterpretasi Menurut al-Qardhawi, dan relevansinya dalam konteks kekinian, Banda Aceh: PPS UIN Ar-Raniry, 2014






[1] A.W Munawwir,  Kamus Al-munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hal. 217
[2] Hilmu Bakar al-Maschaty, Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 13
[3] A S Horby, Oxford Advance Learner’s Dictinonary, (Walton Street oxport: Oxford University Pres), hal. 639
[4] Taufiqul Hadi, Reinterpretasi Menurut al-Qardhawi, dan relevansinya dalam konteks kekinian, (Banda Aceh: PPS UIN Ar-Raniry, 2014) hal.1
[5] Rudolph Peter, Jihad In Clasiccal And Modern Islam, (Princeton: Markus Winner Publisher, 1995), hal. 1
[6] Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalisme, Modernisme dan Post Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 142
[7] Ibn Qayyim al-Jauziyah, Zadd al-Ma’ad, Jil.3, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), hal. 9
[8] Hilmu Bakar al-Maschaty, Panduan..., hal.15
[9] Azharuddin Sahil, Indeks Al-Qur’an:pakar Pengajaran Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), hal. 312
[10] Taufiqul Hadi, Reinterpretas..., hal.45
[11] Alchaidar, Gerakan Aceh Merdeka; Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan negara Islam, (Jakarta: Madani Press, 1999), Hal
[12] Ali Hasyimi, Dkk., 50 Tahun Membangun, (Aceh: MUI Aceh, 1995), hal. 15
[13] Alchaidar, Gerakan Aceh Merdeka..., hal. 59
[14] Ibid..., hal. 99
[15] Bustami Abu Bakar, Ulama dan Politik Menyonsong Aceh Baru, (Banda Aceh: LSAMA, 2011),  hal. 1
[16] Abu Bakar Baa’syir, Catatan Dari Penjara, Untuk Mengamalkan dan Menegakkan Dinul Islam, (Depok, Mushaf, 2006), hal. 283
[17] Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Strategi Kebudayaan Untuk Bangsa, (Banda Aceh, Ar-raniry Press, 2014), hal. 68
[18]Kamaruzzzaman Bustamam-Ahmad, Sejarah Politik Islam Indonesia: Dari Pra-Kemerdekaan Hingga Era Reformasi, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2013), hal. 20
[19]Aboe Bakar Atjeh, Islam Sumber Djihad dan Ijtihad, (Jakarta: U.I.D Jakarta, 1909), hal. 23
[20] Taufiqul Hadi, Reinterpretas...,102

[21]M. Hasbi Amiruddin, Jihad Membangun Peradaban, (Banda Aceh: LSAMA, 2015), hal. 63
[22]Toto Tasmara, Munuju Muslim Kaffah,: Menggali Potensi Diri, (Jakarta: Gema Insani Pres), hal. 64
[23] M. Hasbi Amiruddin, Jihad...,hal. 102
[24] Arif Syamsuddin , Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 271

0 komentar:

Posting Komentar