REINTERPRETASI JIHAD
DALAM ISLAM
(dalam Konteks
Ke-Acehan)
Oleh:
Irvan, S.Fil.I
Mahasiswa Pemikiran
dalam Islam
Program Pascasarjana
(PPs) UIN Ar-Raniry
Banda Aceh
PENDAHULUAN
Sejak diutusnya Rasulullah
Saw. sebagai pembawa risalah kebenaran bagi seluruh umat manusia, Islam adalah
risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. yang merupakan agama terakhir yang
datang ke permukaan bumi ini. Islam datang dengan membawa kedamaian tidak hanya
bagi pemeluknya akan tetapi juga bagi orang yang bestatus non-muslim.
Sejak kedatangannya,
Islam sebagai yang paling benar di sisi Allah terus mengalami kemajuan,
kemajuan yang dalam hal tidak terlepas dari peran nabi Muhammad sebagai pembawa
risalah yang memulai dakwahnya secara personal, sembunyi-sembuyi sampai kepada
kelompok, suku secara terang-terangan.
Dakwah yang dilakukan
oleh rasulullah tidak semudah membalikkan telapak tangan, berbagai hambatan
beliau alami sepanjang sejarah dakwahnya, namun hal tersebut tidak menjadikan
patah semangat dan menyerah, justru hambatan tersebut menjadi pijakan dakwah,
sehingga beliau dapat menjalankan dakwahnya dengan tabah dan sabar.
Al-Qur’an telah
memberikan perintah agar Islam disebar terus menerus, perintah tersebut
berdampak positif bagi seorang muslim, di mana jika ia menyebar agamanya dengan cara yang benar maka
akan mendapat imbalan dari Allah Swt.
Setelah agama Islam
menyebar secara luas dan banyak dikenal oleh orang banyak, maka seorang muslim
juga wajib membela, menjaga, serta melindungi agamanya dengan segenap jiwa,
raga dan harta sehingga Islam akan tetap kokoh dan berkembang. Hal seperti
inilah yang bisanya disebut dengan Jihad. Dalam perkembangannya, jihad selalu
indentik dengan perperangan, selalu menimbulkan kegaduhan , ketidak amanan,
kekacauan, dengan militer atau senjata, sehingga siapa saja yang melakukan jihad seolah-olah dialah penyebab dari
semua kekacauan.
Setidaknya ada dua
golongan yang muncul ketika akan membahas mengenai jihad, yang pertama
golonngan ekstrim yang menolak jihad dan golongan ekstrim yang menerima jihad,
perlu pendekatan yang sangat baik dalam memahami jihad sehingga aliran
ekstrimis ini dapat di minimalisir
Oleh karena itu
diperlukan suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang disebut dengan jihad,
sehingga dengan adanya kajian tersebut akan mampu merubah paradigma terhadap
jihad dan Islam yang pada masa kontemporer selalu di labelkan dengan
teroris. Dalam makalah ini, penulis
mencoba melihat kembali makna jihad, menginterpretasi makna jihad agar lebih bermasyarakat dan kita akan mampu memasyarakatkan
jihad tidak hanya dikalagan muslim tapi juga dikalangan non-muslim.
Kemudian dalam konteks
ke-acehan pandangan tentang jihad kian
lebih luas, bahkan ketika konflik aceh terjadi, korban yang meninggal karna
memperjuangkan Aceh dipandang akan memperoleh pahala Syahid.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jihad
Kata jihad ditulis dengan menggunakan الجهاد yang
berarti perjuangan.[1] Jika
ditelaah dari akar kata jahada-yujahidu-jahdan-juhdan,
yang diartikan sebagai at-thaqah (kesungguhan), al-mashaqqah (kekuatan) dan mubalaqah (kelapangan). Adapun Kata
jihad yang berkedudukan sebagai masdar dari jahada, diartikan sebagai
berusaha mengahbiskan segala daya kekuatan, baik perkataan maupun perbuatan.
Selanjutnya, jihad juga mengandung arti dakwah, menyerang, pembunuhan,
perperangan, penaklukkan, menahan nafsu, serta makna lain yang mendekati.[2]
Kemudian jihad
juga diartikan sebagai perang suci umat Islam terhadap mereka yang menolak
Islam.[3]
Jihad merupakan salah satu perintah Allah di dalam al-Qur’an, setiap kaum
muslimin dituntut untuk berjihad dijalan Allah karena dengan jihadlah
eksistensi ini terjaga.[4]
Pada hakikatnya makna jihad dalam
al-Qur’an mempnyai arti mengerahkan segala kekuatan untuk menyebarkan dakwah
Islam serta mendukungnya.
Kemudian ada juga yang memberikan makna bahwa jihad
adalah mengerahkan segala kemampuan, fisik, akal pikiran, mempertaruhkan nyawa,
memberikan bantuan harta, pikiran atau memberikan bekal berperang dengan cara
yang lainnya.
Rudolph peter dalam bukunya Jihad In
Clasiccal And Modern Islam menulis bahwa jihad dalam kontek agama Islam
adalah perjuangan untuk melawan ketidakbenaran dengan tujuan memperbaiki Islam
dan ummat.[5]
Dalam pengertian ini juga masih tahap normal, sehingga tidak terlihat unsur
menyudutkan.
Sebenarnya pengertian Jihad sangat luas, sehingga ia
harus dibuat perincian dengan begitu pengertian yang dihasilkan akan mampu
memaknai jihad dengan sebenarnya, terkadang kesalahpahaman terhadap jihad
memaksa seseorang untuk salah memberikan defenisi terhadap jihad itu sendiri.
Makna yang luas dari kata jihad jangan pula disempitkan yang justru akan
berdampak negatif.
Upaya “Rasionalisi” jihad telah dilakukan oleh kaum
yang hidup pada zaman modern, tujuannya bukanlah untuk menyudutkan Islam,
melainkan untuk membantah asusmsi orang Barat, yang mengatakan bahwa Islam
adalah agama kekerasan. Karena selama ini jihad sering dihubungkan oleh
orang-orang, terutama kalangan dari dunia Barat, dengan praktek terorisme.[6]
Ibn Qayyim al-Jauziyah memberikan
defenisi jihad ke dalam beberapa bagian, pertama, melawan hawa nafsu, melawan
setan, melawan orang kafir dan melawan orang munafik.[7]
Dengan begitu jihad tidak hanya dlakukan dengan fisik tapi juga ada bentuk non
fisik dalam praktek jihad itu sendiri. Meskipun indentik dengan senjata atau
militer jihad namun sangat lebih baik jika memahami jihad dalam bentuk yang
lebih persuasif.
B. Al-Qur’an
tentang Jihad
Dalam surat
al-Furqan ayat 52, kata-kata jihad diartikan sebagai menyampaikan hujjah kepada
orang-orang yang ingkar terhadap kebenaran, berdiskusi dengan dalil yang pasti
agar mereka percaya dengan kebenaran Islam. Kemudian dalam surat al-Ankabut
ayat 69, jihad diartikan
bersungguh-sungguh untuk mendapat ridha Allah.
Kemudian surat yang sama pada ayat 8 diartikan dengan memaksa, pada ayat 6,
diartikan dengan berkerja keras agar memperoleh apa yang diinginkan. Pada surat
at-Taubah ayat 41 jihad diartikan sebagai perang menggunakan senjata untuk
melawan orang-orang yang inkar agar mereka mau takluk kepada kekuasaan Islam.[8]
Pergertian yang terakhir inilah yang sering digunakan oleh banyak kalangan,
sehingga ketika mendengar kata jihad secara spontanitas akan mengiring
pemikiran bahwa yang dimaksud adalah perperangan.
Kata jihad dalam
al-Qur’an telah disebutkan sebanyak 24
kali,[9]
penyebutan sebanyak ini mengindikasikan bahwa urgensi jihad dalam pandangan
Islam sangatlah besar. Dengan demikian wajar jika orang Islam diindentikkan
dengan konsep Jihad.
Para ulama
klasik, telah merumuskan bahwa hukum jihad adalah fardhu kifayah, dengan
dalil Surat An-Nisa: 95 dan At-Taubah: 122. Dalam perngertian ulama klasik
menurut Yusuf Qardhawi, cenderung memaknai jihad dengan perperangan dalam
kitab-kitab mereka.[10]
C. Sejarah
Jihad Aceh
Tepatnya tanggal
21 juni 1599[11] menjadi
saksi sejarah ketika belanda pertama kalinya, dengan segala perlengkapan
militer menginjakkan kaki di tanah Serambi Mekah ini. Kedatangan orang kulit
putih ini bukanlah suatu maksud baik melainkan untuk menjalankan kolonialisme
yang menguntungkan mereka.
Meskipun pada
awal kedatangan mereka dijamu sebagai tamu negara oleh sultan Alaiddin sayidil
Mukamil dan diberi izin dagang di Aceh,[12]
meskipun demikian bukan berarti kehidupan belanda di Aceh tidak mengalami
masalah. Perdagangan yang dilakukan oleh belanda tidak seperti yang dikatakan
pada awal mereka datang ke Aceh. Dalam pribahasa Aceh sering disebutkan “tajok
hatee ilakee jantong” (ketika jantung telah diberikan mereka malah minta
hati). Akhirnya dengan kecurangan seorang yang mengendalikan perdangan belanda
itu terbunuh dan beberapa pengikutnya menjadi tawanan.
Kawasan Kerajaan
Aceh Darussalam terkenal sangat luas, Barus yang merupakan bagian dari Aceh
pada saat itu diserang oleh Belanda.[13]
Penyerangan ini tentunya menimbulakan perlawanan, sehingga berkecamuk perang
pada saat itu yang dilakukan oleh orang Aceh Darussalam untuk melawan Belanda.
Setelah kejadian ini, barulah Belanda membuat ultimatum berperang dengan Aceh
Darussalam.
Selain
menggunakan senjata, orang Aceh dalam mempertahankan tanah kelahirannya juga
menggunakan pedang (peudeung) , rencong (rincoeng), dan alat-alat
manual lainnya, namun semangat tidak pernah hilang dibenak orang Aceh. Dalam
berperang teriakan-teriakan Allahuakbar
dan harapan menjadi orang syahidlah yang menjadi senjata yang mematikan dan
sangat menakutkan. Bahkan sembonyan yang digunakan pada saat melawan Belanda adalah
“syahid atau menang”. Semangat jihad terus dikumandangkan, bahkan sampai
kedatangan tentara Jepang hal tersebut masih tetaap berlaku dan masih menjadi
senjata yang sangat mematikan bagi tentara-tentara Jepang.
Mempopulerkan
jihad merupakan ruang lingkup orang-orang yang mengerti dan punya ilmu
keagamaan yang mendalam, salah seorang tokoh yang berjihad pada masa Jepang adalah
Teungku Abdul Jalil, beliau bahkan mempersiapkan diri untuk mati syahid dengan
berkhalwat dan menurut Abdul Jalil, melawan bukan sia-sia, menyerahlah yang
sia-sia, menyerah belum tentu syahid,tapi melawan sudah terang syahid.[14]
Semenjak saat
inilah jihad menjadi populer dikalangan masyarakat Aceh, pengkhiantan yang
dilakukan oleh pihak Belanda terhadap Aceh dan penjajahan yang dilakukan oleh
negeri Sakura inilah menjadi motif yang pertama timbulnya pergerakan untuk
melawan sikap kolonialis tersebut. Hal ini boleh jadi, merupakan alasan bahwa
dengan berperang akan memperoleh pahala syahid.
Karena jihad
merupakan merupakan ajaran Islam akhirnya jihad
fisabilillah semakin familiar di telinga rakyat Aceh, berbicara mengenai
agama orang Aceh paling sensitif, meskipun sebagian masyarakat masih belum
terlalu teratur dalam ber’ubudiyah, namun jika ada yang mencoba mepermasalahkan
Islam, nyawa pun siap dilayangkan.
Hikayat prang
sabi adalah salah satu bentuk pembangkit semangat orang Aceh dalam berjuang
yang dibuat dalam bentuk sastra oleh tgk Chik Pante Kulu, syair ini masih eksis
sampai sekarang. Syair tersebut di ubah dalam bentuk lagu dan di nyanyikan oleh
beberapa penyanyi lokal Aceh, bahkan syair tersebut tetap digunakan ketika
Gerakan Aceh Merdeka (GAM), untuk membangkitkan semangat tentara-tentara GAM
pada saat konflik Aceh masih berlangsung.
Hikayat ini
telah mampu menjadi spirit masyarakat Aceh dalam melakukan perlawanan terhadap
penjajah Belanda dan juga menjadi spirit ketika Aceh melawan pemerintah, tentu
saja hal tersebut juga tidak terlepas dari peran-peran ulama yang ada di Aceh.[15]
Spirit tersebut dibangkitkan oleh makna jihad itu sendiri.
Peran ulama
memang tidak dapat dipisahkan dalam hal tersebut, biasanya apapun yang
dikatakan oleh ulama akan menjadi sesuatu yang benar dan umat akan mengikuti
apa yang telah difatwakan, ketika ulama memahami jihad sebagai sesuatu yang
“ekstrem” maka umat pun akan bersikap ekstrime, ataupun salah pemahaman
terhadap apa yang sudah difatwakan oleh para ulama mengenai jihad. Misalkan
pada kasus bom bunuh diri, Abu Bakar Ba’syir mengatakan bahwa bom bunuh diri
untuk melindungi uamt Muslim, melawan kafir bukan kepentingan yang besifat
duniawi. Meskipun begitu menurut abu Bakar ba’syir, jika menerapkan di wilayah
aman, bukan daerah yang berstatus konflik, mereka berada di posisi salah
langkah.[16]
Di Aceh,
penggunaan makna Jihad pada masa konflik masih berorientasi kepada perperangan,
meskipun perperangan berlatarbelakang sikap tidak adilnya pemerintah terhadap
orang Aceh. Orang Aceh telah bejasa besar terhadap kemerdekaan Indonesia,
sehingga sudah seharusnya Aceh lebih Istimewa dari daerah-daerah lain.
Karena sering
digunakan dalam perspektif perang, maka makna jihad pun semakin mengarah kepada
gerakan radikal, maka kemunculan persepsi bahwa jihad selalu berhubungan dengan
gerakan terorisme. Asumsi seperti ini telah mencampur adukkan epistemologi
disiplin ilmu, dan akhirnya melahirkan kesimpulan yang keliru mengenai Islam yang
melegalkan jihad tersebut, lebih parah lagi kajian-kajian seperti ini ditulis
oleh orang non-Islam.[17]
Istilah jihad telah mampu menghasil perdebatan yang sangat panjang hal tersebut
menjadi sangat urgen untuk diperbincangkan karena banyak orang telah
meninterpretasikan jihad dalam Islam adalah suka berperang dan selalu
mengangkat pedang.[18]
Senjata ini merupakan misi yang dijalankan oleh para orientalis yang mencoba
menghancurkan Islam.
Islam dan jihad
memang tidak dapat dipisahkan, karena Islam bukan hanya ber’ubudiah kepada
Allah atau hanya menghubungkan manusia dengan Tuhan saja, melainkan berhubungan
dengan politik dan sosial, berhubungan dengan masyarakat dan ekonomi, kemudian
juga berhubungan dengan hukum dan perperangan.[19]
Ketika ayat yang pertama dalam Islam menyuruh manusia untuk membaca, ini
mengindikasikan bahwa kita harus banyak membaca dan menuntut ilmu, dengan
begitu perubahan ke arah yang lebih baik akan mudah di dapatkan, jika perubahan
ke arah yang lebih baik dari berbagai aspek telah berhasil dilakukan maka
inilah yang dinamakan dengan berjihad untuk kemaslahatan umat.
Pada masa modern
ini, memmbebaskan diri dari penjajahan, mengubah sistem Pemerintahan yang kafir,
dan menyampaikan dakwah ke seluruh dunia adalah jihad. Secara umum bertujuan
untuk meninggikan kalimat Islam, sehingga Islam akan menjadi petunjuk bagi
seluruh umat manusia, jihad merupakan metode untuk menyebarkan Islam.[20]
Metode jihad sebenarnya tidak hanya beorientasi radikal tetapi juga punya makna
yang sangat persuasif, namun apakah yang bentuk persuasif tersebut di akui
sebagai jihad?, upaya untuk membuat pemahaman terhadap jihad terus dilakukan
supaya jihad tidak hanya bersifat radikal.
Upaya untuk
rasionalisasi jihad dan tidak terkesan angker. Dalam kontek kekinian Jihad
memang harus dipahami secara luas, pemahaman terhadap jihad tidak boleh
dilakukan secara dangkal. Oleh karena itu Hasbi Amiruddin Mengemukakan bahwa
jihad yang seharusnya dilakukan adalah sebagai berikut:[21]
1. Jihad
Membangun Akhlak Umat
Kehidupan Masyarakat Aceh pada Saat
ini, dalam konteks pergaulan masih sangat disayangkan karena belum semuanya
memiliki kesadaran bahwa dia hidup ditanah serambi Mekkah dan di negeri yang
sedang dijalankann syariat Islam. Pergaulan tersebut seharusnya di awasi oleh
seluruh elemen masyarakat, sehingga akan benar akhlak muda-mudi terus terjaga
dan tidak mengikuti pola kehidupan ala Eropa atau kebarat-baratan.
Kemudian dalam konteks Indonesia,
begitu juga Aceh, munculnya kasus-kasus korupsi ini menandakan bahwa akhlak
pelaku patut dipertanyakan, apalagi kebanyakan dari pelaku adalah orang-orang
yang sudah menempuh pendidikan yang tinggi. Hal-hal demimikian inilah yang
mendasari kenapa seharusnya berjihad dalam bidang akhlak, karena rasulullah
diutuskan adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
2. Jihad
Mempersatukan Umat
Situasi umat Islam memang sedang
dalam kondisi memprihatinkan, mengingat banyaknya terjadi permusuhan antara
sesama Islam, penyebabnya sangat bervariasi mulai dari perebuatan lahan
ekonomi, kekuasaan, perbedaan bangsa, perbedaan suku, mazhab atau aliran dalam
agama. Seharusnya perpecahan ini tidak terjadi dikalangan umat Islam sebagai
agama rahmatan lil alamin.
Dalam konteks Aceh, perpecahan juga
terjadi baru-baru ini, perpecahan tersebut seperti isu pemekaran provinsi ALA
dan ABAS, keuudian juga hangat dengan perbincangan antar mazhab di Aceh, untuk
mepersatukan hal-hal yang seperti tentunya perlu kerja keras,baik tenaga maupun
pikiran, oleh karena jihad ini sangat penting dilakukan.
3. Jihad
Membangun Politik Islam
Sebagian masyarakat sudah merasa
risih dengan permainan politik, dengan politik mereka mencoba mencari materi,
popularitas bukan lagi untuk mensejaterakan rakyatnya. Islam tidak dapat
dipisahkan dari politik, sampai kapanpun keduanya seperti dua sisi mata uang.
Politik yang seperti ini bukanlah politik yang kita lihat sekarang, politik
yang selalu meletakkan kepentingan pribadi di atas segala kepentingan. Untuk
merubah sistem yang dibuat oleh oknum ini, maka perlu dilakukan upaya-upaya agar
politik sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh rasulullah.
4. Jihad
Sosial
Peduli terhadap
seluruh umat Islam sudah seharusnya dilakukan, karena aspek ini sangat penting
bagi masyarakat, setelah tsunami dapat dilihat bagaimana proses bantuan datang
dari berbagai belahan dunia, nah dalam hal ini bagi yang mendatangkan bantuan
dari orang non muslim, tentu akan
menjalankan misi-misi tertentu, maka alangkah sangat bagus jika orang Islam
sendiri yang lebih mementingkan aktivitas sosial seperti ini, pergerakan-pergerakan
islam jangan hanya bergerak dibidang politik seperti dikatakan oleh yusuf
Qardhawi, bahwa pergerakan atau jihad lebih banyak di bidang politik yang
menguras begitu bayak tenaga kemudian mereka melalaikan sisi sosial dalam
masyarakat Islam.
5. Jihad
Membangun Ekonomi
kemiskinan
merupakan “virus” yang sangat berbahaya bagi akidah umat, kemiskinan seringkali
berdampak negatif terhadapa perilaku dan juga moralitas seseorang. Maka
perhatian terhadap kemiskinan harus diutamakan mengingat ia merupakan faktur
besar yang dapat menghacurkan kehidupan.
Meningkatkan SDM
adalah hal utama yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi kemiskinan, kemudian
diikuti oleh perbaikan distribusi kekayaan yang tidak hanya memantingkan
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, jika ini dilakukan kemungkinan
besar islam akan kembali berjaya.
6. Jihad
Membangun Pendidikan
Pendidikan
adalah sektor yang sangat penting dalam kehidupan, dengan meningkatkan sektor
ini maka akan membuat suatu umat mengalami kemajuan. Dengan adanya kemajuan
yang dialami oleh umat maka Islam sendiri akan mendapat tempat yang istimewa
bagi orang non-Islam.
Banyak sekali
institusi pendidikan yang telah ada, namun sangat sulit dicari orang yang ahli
dan profesional dalam melakukan pekerjaan yang diembannya sebagai tenaga
profesional, untuk belajar teknologi kebanyakan dari umat Islam masih
mengidolakan dan berkiblat ke dunia Barat.
7. Jihad
Memperkuat Dakwah
Dakwah memang
dapat menggunakan senajata serta bisa juga dilakukan dengan menggunakan akal dan pikiran. Pada
zaman modern ini, rasanya perang pikiran justru lebih berat ketimbang perang
yang dilakukan dengan senjata. Mengembangkan dakwah dengan mendirikan
pusat-pusat dakwah adalah bentuk jihad yang harus dilakukan. Begitu juga
membangun pusat dakwah di dalam negeri Islam sendiri untuk membentengi
pemuda-pemudi Islam agar tidak meyinpang dalam aqidah, tingkah laku dan juga
pemikiran. Dalam hal mendakwahkan Islam peran pemuda sangatlah besar.[22]
Media merupakan salah satu sarana
yang sangat besar untuk menyampaikan dakwah, penagrus media dalam masyarakat
sangatlah besar, sehingga saran ini menjadi saran utama untuk pengemabangan
dakwah.
8. Jihad
dengan Perang
Tanpa mengurangi
makna jihad bahwa boleh dalam artian berperang melawan musuh, sebenarnya
bagaiamana perang yang evektif dalam dunia komtemporer?. Perang tentunya
memiliki beberapa indikator atau latarbelakang, adakala ketika merasa dijajah
oleh kaum kafir, seperti yang terjadi di Xinjiang, Kashmir, Mindano dan Patani.
Ada pula karena berbeda sudut pandang dalam mendirikan negara yang di
istilahkan dengan negara islam atau negara sekuler yang kemudian didukung oelha
negara kafir seperti di Afganistan. Adakalanya sebagian muslim merasakan tidak
diberlakukan secara adil oleh pemerintahnya sendiri sehingga melakukan
perlawanan seperti yang terjadi di Irak, Suriah dan Libya. Demikian juga karena
berbeda pandangan seperti yang dibangun oelh ISIS, negara Islam Irak dan
Suriah.[23]
Perlawanan terhadap ketidakadilan juga pernah dilakukan masyarakat Aceh kepada
pemerintah Pusat.
Jihad melalui
perperangan boleh dilakukan, bahkan al-Qur’an telah menganjurkan untuk
melakukannya, namun alangkah lebih baik jika jihad tidak hanya dimaknai dengan
perang saja atau perlawanan menggunakan senjata tetap dengan pikiran, tulisan,
pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi dan juga politik. Jihad seperti ini tampak
lebih persuasif bagi masyarakat, sehingga ketika ada aksi teroris tidak terbawa
nama Islam. Namun demikian kita sebagai umat Islam juga tidak boleh lengah,
kita juga harus mempersiapkan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Upaya membelokan
manka jihad menjadi aksi teroris sangat sering diperbicangkan oleh karena itu
kita sebagai umat islam harus meluruskan kemabali makana tersebut dengan
melihat konteks sejarah, hukum, rukun, syarat dan juga adab-adabnya.[24]
KESIMPULAN
Jihad memang telah
menimbulkan perdebantan yang sangat panjang, dan juga telah menguras banyak
tenaga, karena konsep ini jika salah dipahami justru akan menjadi senjata makan
tuan, oleh karena melihat kembali makan jihad tersebut dengan berbagai sudut
pandang sangat peting bagi kita semua.
Memakanai jihad tidak
hanya berarti perang, begitu juga jihad bukan aksi teroris, bukan penindasan
yang yang berlebihan, ia merupakan sarana untuk mendakwahkan kalimat iIslam di
seluruh jagat raya. Oleh karena itu umat Muslim tidak hanya harus memperluas
daerah kekuasaan namun intropkesi atau musahabah juga punya peran yang sangat
penting.
Jihad yang bentuknya
selain juga akan mampu mengantarkan islam menuju puncak kejayaan, ketika SDM
Muslim sudah baik, kesejahteraan dimana, Islam tampil dengan aksi sosialnya,
mampu memelihara remaja-remajanya sebagai genarasi penerus tentu saja hal
tersebut akan berimplikasi besar terhadap Islam itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
A S Horby, Oxford
Advance Learner’s Dictinonary, Walton Street oxport: Oxford University Pres, 1998
A.W Munawwir, Kamus Al-munawwir, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997
Aboe
Bakar Atjeh, Islam Sumber Djihad dan
Ijtihad, Jakarta: U.I.D Jakarta, 1909
Abu
Bakar Baa’syir, Catatan Dari Penjara, Untuk Mengamalkan dan Menegakkan Dinul
Islam, Depok, Mushaf, 2006
Alchaidar,
Gerakan Aceh Merdeka; Jihad Rakyat Aceh
Mewujudkan negara Islam, Jakarta: Madani Press, 1999
Ali
Hasyimi, Dkk., 50 Tahun Membangun,
Aceh: MUI Aceh, 1995
Azharuddin
Sahil, Indeks Al-Qur’an:pakar Pengajaran Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007
Azyumardi
Azra, Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalisme, Modernisme dan
Post Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996
Bustami
Abu Bakar, Ulama dan Politik Menyonsong Aceh Baru, Banda Aceh: LSAMA,
2011
Hilmu
Bakar al-Maschaty, Panduan Jihad Untuk
Aktivis Gerakan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2001
Ibn Qayyim al-Jauziyah,
Zadd al-Ma’ad, Jil.3, Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1998
Kamaruzzaman
Bustamam-Ahmad, Strategi Kebudayaan Untuk
Bangsa, Banda Aceh, Ar-raniry Press, 2014
Kamaruzzzaman
Bustamam-Ahmad, Sejarah Politik Islam
Indonesia: Dari Pra-Kemerdekaan Hingga Era Reformasi, Banda Aceh: Ar-Raniry
Press, 2013
M.
Hasbi Amiruddin, Jihad Membangun Peradaban, Banda Aceh: LSAMA, 2015
Rudolph Peter, Jihad
In Clasiccal And Modern Islam, Princeton: Markus Winner Publisher, 1995
Taufiqul
Hadi, Reinterpretasi Menurut al-Qardhawi, dan
relevansinya dalam konteks kekinian,
Banda Aceh: PPS UIN Ar-Raniry, 2014
[1] A.W Munawwir, Kamus Al-munawwir, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), hal. 217
[2] Hilmu Bakar al-Maschaty, Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 13
[3] A S Horby, Oxford Advance
Learner’s Dictinonary, (Walton Street oxport: Oxford University Pres), hal.
639
[4] Taufiqul Hadi, Reinterpretasi
Menurut al-Qardhawi, dan relevansinya dalam konteks kekinian, (Banda Aceh: PPS UIN
Ar-Raniry, 2014) hal.1
[5] Rudolph Peter, Jihad
In Clasiccal And Modern Islam, (Princeton: Markus Winner Publisher, 1995),
hal. 1
[6] Azyumardi Azra, Pergolakan
Politik Islam, Dari Fundamentalisme, Modernisme dan Post Modernisme,
(Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 142
[7] Ibn Qayyim al-Jauziyah, Zadd al-Ma’ad, Jil.3, (Beirut: Muassasah
al-Risalah, 1998), hal. 9
[11] Alchaidar, Gerakan Aceh
Merdeka; Jihad Rakyat Aceh Mewujudkan
negara Islam, (Jakarta: Madani Press, 1999), Hal
[16] Abu Bakar Baa’syir, Catatan Dari Penjara, Untuk
Mengamalkan dan Menegakkan Dinul Islam, (Depok, Mushaf, 2006), hal. 283
[17] Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Strategi Kebudayaan Untuk Bangsa, (Banda
Aceh, Ar-raniry Press, 2014), hal. 68
[18]Kamaruzzzaman
Bustamam-Ahmad, Sejarah Politik Islam
Indonesia: Dari Pra-Kemerdekaan Hingga Era Reformasi, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2013), hal. 20
[19]Aboe Bakar
Atjeh, Islam Sumber Djihad dan Ijtihad,
(Jakarta: U.I.D Jakarta, 1909), hal. 23
[21]M. Hasbi
Amiruddin, Jihad Membangun Peradaban, (Banda Aceh: LSAMA, 2015), hal. 63
[22]Toto
Tasmara, Munuju Muslim Kaffah,: Menggali Potensi Diri, (Jakarta: Gema
Insani Pres), hal. 64
0 komentar:
Posting Komentar