Irvan

http://irvan-ushuluddin.blogspot.co.id/
alumni mahasiswa UIN AR-RANIRY,Fakultas Ushuluddin Aqidah dan Filsafat.
About Me
setelah menamatkan sekolah swasta (MIS Tuwi Kareung) di Kecamatan Pasie Raya (dulunya Teunom), Kab Aceh Jaya, untuk tingkat pertama kemudian melanjutkan SLTP N 3 teunom selesai tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 MEULABOH selesai tahun 2008, kemudian masuk ke Universitas UTU Meulaboh dan alhamdulillah tidak Selesai hehheh..., tahun 2009 masuk ke UIN Ar-Raniry di Fak. Ushuluddin siap pada tahun 2013 , sekarang sedang mengikuti program Pasca Sarjana UIN AR-RANIRY .

Selasa, 29 Desember 2015


BAB I
PENDAHULUAN
Tidak ada asap jika tidak ada api, begitulah kiranya istilah yang cocok ketika berbicara perihal dilakukannya sebuah gerakan dan upaya pembaharuanatau gerakan pemurnian dalam konteks apapun. Sebab munculnya sebuah gerakan tentunya sudah mendarah daging dengan gerakan itu sendiri.  Berlandaskan pada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya maka lahirlah upaya-upaya melakukan hal tersebut.
Seperti yang sudah pernah dibahas pada kajian-kajian sebelumnya, upaya pembahruan di Mesir sangat gencar dilakukan oleh tokoh-tokoh Mesir itu sendiri, upaya pembaharuan tersebut sangat terlihat setelah Napoleon Bonaparte melakukan ekspedisi ke Mesir. Tidak berhenti di situ, upaya-upaya pembahruan dilanjutkan oleh oleh tokoh-tokoh di mesir seperti, Muhammad Ali Pasya, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh dan lain-lain.  Upaya-upaya tersebut memiliki ciri khas dan latar belakang yang khusus.
Pada periode selanjutnya, upaya pembaharuan dilakukan oleh seorang tokoh ternama mesir yaitu Hasan al-Banna, jika sebelumnya upaya pembaharuan dilakukan dengan cara personal, maka ada yang berbeda pada masa Hasan al-Banna, ia merealisasikan ide-ide pemikirannya melalui sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Ikwanul Muslimin. Organisasi yang dipimpin oleh Hasan al-Banna ini memiliki pengaruh yang sangat besar, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat mesir tapi juga dibelahan dunia Islam lainnya.
Berdasarkan latar belakang yang disebutkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas tentang organisasi tersebut. Dengan harapan dapat memberikan manfaat untuk seluruh pembaca makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang lahirnya Ikwanul Muslim
Dalam catatan sejarah Mesir memiliki peradaban yang tinggi bahkan sebelum masehi, bahkan dalam perkembangan Islam Mesir memiliki peranan yang sangat penting baik di zaman Modern maupun pra Modern. Peranan penting tersebut dapat dilihat pada bidang ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan.
Inggris mulai menanamkan pengaruhnya di Mesir pada 1875 setelah upayanya menguasai 44 % saham Terusan Suez yang baru selesai dibangun pada tahun 1869 atas ide insinyur yang juga seorang diplomat Perancis, Ferdinand de Lessep. Lambat laun, peran Inggris lebih dominan dibandingkan Perancis. Dampak langsung dan tidak langsung kehadiran kolonialis yang terjadi pada umumnya wilayah Timur Tengah seperti disebutkan di atas juga dialami oleh Mesir.
            Monopoli perdagangan telah dilakukan oleh Inggris. Barang-barang impor dari negara lain yang diperkirakan akan mengancam barang impor serupa dari Inggris dilarang. Suplay kebutuhan umum juga dikendalikan oleh Suez Canal Company, milik Inggris yang berkantor di Isma’iliyyah, tempat dimana Ikhwanul Muslim berdiri. Hasan al-Banna juga pernah langsung mengkritik pihak maskapai Jabasat al Balah, bahwa pemberontakan buruh yang terjadi pada saat itu, salah satu sebabnya adalah imbalan kerja yang tidak memadai.[1]
Pada Tahun 1928 sebuah organisasi pergerakan Islam besar didirikan oleh Hasan al-Banna di Mesir,[2] bertepatan pada bulan Dzulqa’dah 1347 H.[3]al-Banna merasakan sangat sedih dengan adanya fenomena yang berlawanan; kekacauan dan perpecahan politik, makin suburnya dekadensi moral semakin jauhnya generasi muda dari tradisi agamanya, meluasnya antusiasme terhadap kebudayaan barat serta berlangsungnya kolonialisme yang menghisap ekonomi rakyat. Maka dengan tekun ia sebagai guru di siang hari dan mengajar orang-orang tua pada malam hari. Ia juga mengadakan pertemuan-pertemuan di kedai-kedai kopi, lapangan olah raga, pasar, dan lain-lain untuk mnndengarkan keluhan-keluhan mereka terhadap situasi yang mengitari mereka.[4]
Tepatnya pada bulan Maret 1928, enam orang pekerja dari perkemahan Inggris[5], mendatangi dan mengadu kepada al-Banna. Dengan suara terbata-bata mereka berkata: kami telah sadar, juga telah terpengaruh, tetapi kami tidak tahu jalan apa yang harus kita tempuh untuk kejayaan Islam dan kaum Muslimin. Lalu mereka berbaiat kepada Allah, untuk menjadi tentara Dakwah Islam, demi kejayaan tanah air dan kebangkitan Bangsa. Lalu salah satu dari mereka mengusulkan tentang nama gerakanyang pantas untuk jama’ah tersebut. Al-Banna menjawab; Tinggalkanlah lambang resmi itu!  yang terpenting dalam pertemuan kali ini adalah solusi bagaimana kita keluar dari keterpurukan ini, kita ini semua bersaudara untuk mengabdi kepada Islam, jadi kita ini, Ikhwanul Muslimin”.[6] Organisasi yang didirikan oleh al-Bannna bersama enam orang temannya ini[7] merupakan organisasi yang memperjuangkan ajaran Islam sebagai ajaran dasar dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[8]
Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi pergerakan Islam kontemporer yang yang besar di zaman kontemporer. Seruan adalah kembali kepada Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta mengajak kepada penerapan syari’at Islam dalam kehidupan nyata. Dengan tegar gerakan ini mencoba membendung sekularisasi di dunia arab dan Islam, terutama Mesir.[9] Gerakan ini menjadi inspirasi bagi gerakan-gerakan Islam lainnya. Ikwanul muslimin juga memiliki semangat juang yang sangat tinggi.[10]
B.     Sejarah Berdiri dan Tokohnya
Pendirinya adalah syeihk Hasan al-Banna lahir pada tahun 1324-1368 H/1906-1949 M., pada 8 November tahun 1948 perdana mentri Mesir pada saat itu membekukan Ikhwanul Muslimin menyita kekayaan dan menagkap tokoh-tokohnya. Pada Desember 1948 narqasyi diculik, tuduhan penculikan tersebut ditujukan kepada gerakan ikhwanul muslimin, pemerintah menganggap ikhwanul muslimin yang bertanggung jawab atas penculikan dan terbunuhnya Perdana  Mentri.[11]
C.    Langkah Perjuangan Ikhwanul Muslimin
1.      Sebelum terjun ke Politik
Dalam waktu yang tidak lama, Ikhwan sudah dapat merekrut anggota sebanyak tujuh puluh orang. Dari langkah-langkah yang di lakukan al-Banna pada periode awal dari lahirnya Ikhwan tampaklah kecakapan dalam berorganisasi. Ia mampu meyakinkan Syeikh Hamid ‘Askariyah seorang Da’i yang di tugasi al-Azhar di Isma’iliah untuk memperkuat Ikhwan. Ia juga mampu mengumpulkan dana dari para pekerja perusahaan Terusan Suez sebanyak LE 500 untuk di belikan sebidang tanah, kemudian di tanah itulah didirikan sebuah masjid dan lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan dan kantor pusat Ikhwan di Isma’iliyah. Dalam perkembangaannya kemudian kantor tarsebut juga difungsikan sebagai “perusahaan kecil” sebagai sumber dana Ikhwan; sekaligus berfungsi sebagai media untuk menerapkan Syariat Islam, dalam kehidupan sehari-hari.[12]
Merupakan inti dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah fiqrah (pemikiran) dan aqidah (keyakinan).[13] Mereka berupaya menancapkan keduanya ke dalam jiwa semua orang, membangun opini umum dengannya, dan memantapkan keyakinan setiap orang dengan prinsip yaitu Islam, Sehingga mereka semua dapat terhimpun dalam satu ikatan yaitu ikatan ukhuah islamiah. Setelah lima tahun mengorganisasi Ikhwanul Muslimin di Isma’iliyah, lambat laun Hasan al-Bana mengembangkan dakwahnya keluar Isma’iliyah. Cabang-cabang  Ikhwanul Muslimin didirikan di Syibrakhit, mahmudiyah, Abu Suir, Port Said, Bahrus Sagir, Suez dan Balah. Kemudian tepatnya pada Oktober 1932 Hasan al-Banna pindah dari Isma’iliyah ke Kairo untuk menjalankan tugas sebagai guru di Madrasah Abbas di daerah Sabtiyah. Kepindahanya ini akan menjadi era baru bagi Ikhwan. Rupanya Hasan al-Banna merasa dakwahnya akan lebih sukses di Kairo, hal itu bukan hanya karena kepadatan penduduknya, akan tetapi karena Kairo merupakan ibu kota Mesir yang menjadi pusat kegiatan nasional. Untuk itulah ia mengusulkan agar kantor pusat Ikhwanul Muslimin di pindahkan ke Kairo, dengan demikian organisasi Ikhwan tidak hanya menjadi organisasi lokal, tetapi nasional.[14]
2.      Setelah terjun ke dunia politik
Setelah menyaksikan penderitan masyarakat buruh yang tak berujung, Hassan al-Banna memadang perlu organisasinya untuk bergerak dalam bidang politik. pada mulanya kegiatan politik Ikhwan masih bergerak di bawah tanah dan bersifat rahasia. Pandangan politiknya di salurkan melalui masjid-masjid. Ikhwan mencari pendukung dan merintis jalan untuk mendirikan cabang-cabang secara rahasia melalui masjid. 
Empat tahun kemudian Ikhwanul Muslimin mempunyai cabang hampir di seluruh daerah Terusan Suez. Dikawasan itu di dirikan masjid-masjid, sekolah, pusat-pusat pengajian dan industri-industri rumah tangga. Selain itu setiap mendirikan cabang baru Ikhwan juga membangun sekolah untuk pria dan wanita, disamping mendirikan masjid. Mereka jugamendirikan Rover (penjelajah), sesuatu gerakan pandu moderen yang melatih para Ikhwan muda secara fisik dan praktis. Rover ini kemudian menjadi kelompok pemuda yang berkuasa dan besar di Mesir pada perang dunia II. Ikhwan juga mengadakan sekolah malam untuk kaum pekerja dan juga bimbingan untuk ujian masuk pegawai negeri.
Organisasi ini mendirikan klinik dan rumah sakit di daerah-daerh pinggiran, juga mendirikan serikat dagang moderen, dan mengajarkan kepada para pekerja soal hak-hak mereka. Mereka secara terang-terangan mengumumkan pengeksploitasian terhadap kaum buruh, yaitu dengan mendirikan pabrik-pabrik sendiri sertra industri-industri ringan. Kemudian pada tahun 1933, untuk pertama kalinya Ikhwan menyelenggarakan Muktamar. Pada Muktamar ke-3 tahun 1939 Ikhwanul Muslimin menampakan diri sebagai organisasi politik. Sejak itu gerakan politiknya makin di segani serta berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat dan Negara Mesir.[15]
Dalam Muktamar tersebut di hasilkan beberapa program atau misi politik yang secara garis besar dirumuskan pada dua pokok permasalahan. Pertama, “Internasionalisasi” yaitu gerakan yang menekankan perjuangan bukan hanya untuk membebaskan Mesir  tetapi juga seluruh tanah air Islam dari cengkraman imperialis. Kedua, menegakan “Negara Islam” yang merdeka di tanah air tersebut yang mempraktekan prinsip-prinsip Islam sebagai landasan yang kokoh dalam menerapkan sistem sosial dan menyampaikan dakwah kepada masyararakatnya secara arif dan bijaksana. Berdasarkan hal itu maka sasaran pokok perjuangan politik Ikhwan tertuju pada dua hal. Pertama, Memerdekakan Mesir dan Negara-negara Islam lainnya dari kekuasaan asing. Kedua, Mendirikan pemerintahan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist seperti kekhalifahan.
Untuk mewujudkan konsep khilafah, Ikhwan menetapkan tahapan-tahapan perjuangan,Pertama, membentuk pribadi muslim (ar-Rajul al-Muslim). Kedua, membentuk rumah tangga muslim (al-Bait al-Muslim). Ketiga, membentuk bangsa muslim (asy-Sya’b al-Muslim) danKeempat, membentuk pemerintahan muslim (al-Hukumatal-Muslim)[16] yang perwujudanya di mulai dari tingkat lokal dan pada akhirnya meliputi seluruh negeri muslim yang bersatu sebagai suatu Negara, yaitu al- Khilafah.[17] 
Dalam rangka membangun dan mengembangkan Ikhwan, al-Banna mengembangkan sistem kaderisasi modern. Pada tahun 1938 anggota Ikhwan dibagi menjadi batalion-batalion yang masing masing terdiri dari tiga  kelompok; satu untuk pekerja, untukmahasiswa dan satu untuk para pengusaha dan pegawai. Kelompok-kelompok tersebut seminggu sekali bertemu melaksanakan tahajjud dan latihan sepiritual bersama-sama. 
Pada tahun 1943, ketika sistem ini tidak mampu menghasilkan orang-orang yang diharapkan “batalyon” diganti dengan usrah (keluarga) yang masing-masing memiliki 10 orang anggota, merupakan satu unit tersendiri yang memiliki tanggung jawab atas segala aktifitasnya, yakni memastikan setiap anggotanya melaksanakan aturan-aturan Islam dan menjauhi yang dilarang.
D.    Metode Dakwah Ikhwanul Muslimin
Hasan al-Banna mengatakan bahwa tiga aspek penting dalam dakwah ikhwanul muslimin, aspek tersebut ialah ilmu, tarbiyah dan jihad. Tiga aspek ini merupakan aspek yang sangat urgen dalam dakwah, maka agar dakwah sampai kepada tiga aspek tersebut haruslah dilakukan dengan metode-metode berikut:
1.      Metode halaqah
Melalui metode ini ikhwan dapat mewujudkan penyebaran Islam tanpa rasa takut dan dapat mengerahkan segala potensi anggotanya ke jalan yang bermanfaat, sehingga mendapat tsaqafah Islamiyah secara sempurna. Sistem halaqah ini juga untuk menciptakan opini publik yang baik. Ia membuka jalan agar ikhwan dapat masuk ke masyarakat.[18]
2.      Metode Usrah
Metode usrah merupakan dakwah ikwanul muslim yang ke dua, adapun metode ini dibagi menjadi dua macam yaitu:
a.       Metode usrah takwin yang berfungsi mendidik anggota secara Internal
b.      Usrah ‘amal yang berfungsi untuk menggali potensi anggota dalam amal sehari-hari yang mengarah pada realisasi ajaran Islam.
3.      Usrah Amal untuk mewujudkan strategi jihad
Dalam metode ini jihad dibagi menjadi lima sendi:
a.       Jihad siyasi
b.      Jihad mali
c.       Jihad ta’limi
d.      Jihad lisani
e.       Jihad bi al yad[19]
Selain itu dalam organisasi memiliki prinsip-prinsip dasar diantaranya:
1.      Adanya aktivitas dakwah
2.      Memiliki keistimewaan kepribadian yang jelas dan memiliki kepribadian yang konkrit
3.      Memiliki kepemimpinan yang berkesadaran tinggi, bijak serta sasaran dan metodenya jelas
4.       Memiliki pendukung yang setia yang siap membawa misi dengan keyakinan dan komitmen yang tinggi
5.      Tujuan jelas
6.      Cara-untuk mencapai tujuan jelas, diketahui tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya
7.      Mempunyai sikap yang jelas terhadap isu-isu yang beredar.[20]
Hasan al-Banna menyebutkan bahwa karakteristik utama dari gerakan Ikwanul Muslim sendiri itu ada tiga
1.      Berorientasi ketuhanan (rabbaniyah) yakni berusaha mengajak manusia dekat dengan Allah
2.      Bersifat internasional (alamiyah), yakni dakwah yang dilakukan secara menyeluruh kepada umat manusia karena pada dasarnya manusia itu satu keturunan yaitu nabi Adam
3.      Bersifat Islami (Islamiyah), yakni bersandarkan kepada Islam[21]
E.     Tujuan Ikwanul Muslimin
1.      memperbaiki pribadi (Islah an-Nafs), dengan tujuan yang pertama ini nantinya akan terbentuk fisik yang kuat, akhlak yang mulia, berintelektual, mampu berusaha, beraqidah lurus dan taat dalam beribadah
2.      membentuk rumah tangga yang Islami (Ishlah al-Bait al-Muslim), terbetuknya keluarga yang islami akan mampu membawa keluarganya berpegang teguh kepada pemikiran dan etika Islamdi dalam setiap perilaku kehidupan rumah tangga
3.      mengayomi masyarakat (Islah al-Mujtama) mengembangkan misi kebaikan dan memerangi kerusakan dan kemungkaran
4.      membebaskan bagsa (Tahrir al-Wathan), segala bentuk penjahan kekuatan asing non-islam dalam semua aspek
5.      memperbaiki pemerintahan (Islah al-Hukumah), berlandaskan Islam.
6.      Mengembalikan kekuatan internasional ke tangan umat Islam dengan cara membebaskan negara-negara islam yang terjajah serta membangun kejayaannya.
7.      Memimpin dunia, yakni dengan menyebarkan dakwah secara menyeluruh ke setiap daerah-daera, sehingga tidak ada lagi penyesatan dan fitnah terhadap agama Allah.[22]
F.     Faktor Keberhasilan dalam Dakwah Ikhwanul Muslimin
1.      Karena Menyeru dengan seruan Allah, yaitu seruan yang paling tinggi
2.      Karena menyerukan fikrah Islam, yaitu fikrah yang paling kuat
3.      Karena Ikhwan mempersembahkan kepada manusia syari’at al-Qur’an, yaitu syari’at yang paling adil
4.      Karena manusia membutuhkan ketiga hal diatas. Ketiganya erat dengan kebahagian dan kesengsaraan manusia.[23]
G.    Usaha yang dilakukan Ikhwanul Muslimin
1.      Bidang sosial
Dalam bidang sosial ikhwanul muslimin telah mendirikan kantor-kantornya dengan tujuan sebagai berikut:
a.       Memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan
b.      Menyediakan makanan bagi kaum fakir miskin di kampung
c.       Memberikan training dan mencarikan pekerjaan yang layak
d.      Mengajukan kajian-kajian yang diperlukan umat kepada negara untuk dikaji dan disebar luaskan
2.      Bidang pertanian
a.       Mendirikan koperasi pemeliharaan sayur dan buah-buahan
b.      Koperasi produk susu
c.       Koperasi budaya poultry
3.      Bidang olah raga
a.       Mengadakan latihan olah raga dipagi hari
b.      Penyelenggaraan rihlah dan camping ke berbagai wilayah Mesir
c.       Membentuk klub-klub olah raga
4.      Bidang kepaduan
Pelatihan para remaja sebelum mereka mengabdi kepada masyarakat, ketika kelompok kepaduan ini bebabaur dengan masyarakat maka meraka akan melakukan pengabdian terhadap masyarakat.
a.       Ilmiah dan pendidikan, yaitu berupa ceramah-ceramah umum, mendirikan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya
b.      Tsaqafah Islamiah, yaitu depertemen yang mempersiapkan para anggota ikwan yang dari sisi tsaqafah. Usaha-usaha yang dilakukan oleh bidang ini terkonsentrasi pada buku-buku, brosur, majalah, surat kabar, dan resepsi pada hari-hari besar Islam
5.      Bidang kewanitaan
Ikhwanul Muslimin mendirikan berbagai kelompok Akhawat al-Muslimat di selurh negeri Mesir. Cabang-cabang nya mencapai 50 yang beranggotakan 5000 ukhti muslimah yang bergabung. Adapun tujuannya adalah
a.       Menyebarluaskan ajaran Islam yang menjamin pembentukan pribadi-pribadi muslimat yang berpendidikan
b.      Mengenalkan akwat akan kewajibannya menurut Islam
6.      Bidang Ekonomi
a.      Mendukung ekonomi nasional
b.      Mengajurkan menabung pada lapisan masyarakat
7.      Bidang kesehatan
a.       Membangun klinik dan rumah sakit, mengawasi pengelolaan administrasi
b.      Mengupayakan terwujudnya asuransi kesehatan masyarakat
c.       Melakukan upaya peningkatan taraf kesehatan masyarakat
d.      Memperkokoh hubungan antar lembaga medis internasional dengan cara menukar informasi.[24]
H.    Landasan Teologis Ikhwanul Muslimin
Sebagai pendiri organisasi besar ini, al-Banna juga merumuskan merumuskan konsep ideologi ikhwanul muslimin. Konsep tersebut dikenal dengan Arkanul Bai’ah dan juga ushul Isyriin yang terdiiri dari 20 prinsip, yang mejelaskan Arkanul Baiah yang pertama. Adapun rukun bai’at tersebut ialah:
1.      Pemahaman (al-Fahm)
Fikrah manusia adalah fikrah Islamiah murni serta memahami Islam sebagaimana di pahaminya dalam batas-batas ushul isyriin. Adapun prinsip ushul isyriin adalah sebagai berikut
a.       Kesempurnaan Islam
Islam adalah sistem yang universal yang mencakup segala aspek kehidupan, maka ia adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan uumat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan alam, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Sebgaimana ia dalah akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
b.      Sumber hukum Islam
Al-Qur’an dan Sunnah rasul yang suci adalah rujukan setiap muslim untuk mengenal dan memahami hukum Islam. Al-Qur’an harus dipahami sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab tanpa sikap memaksakan diri dalam memaknai suatu ayat, sehingga melampaui sewajarnya.
c.       Iman, Ibadah dan Mujahadah
Keimanan yang murni, ibadah yang benar dan  mujahadah adalah cahaya kelezatan ang di curahkan oleh Allah pada hati hambanya yang dikehendaki. Sementara ilham, lintasan pikiran dan kasyf dalam mimpi-mimpi itu semua bukan termasuk syari’at Islam. Maka semua itu tidak perlu diperhatikan kecualai tidak bertentangan dengan hukum dan teks-teks agama.
d.      Menggunakan sarana serama bukan sarana jahiliyah
Jimat, jampi-jampi, perdukunan, peramalan nasib, mengaku mengetahui hal-hal ghaib adalah kemungkaran yang harus diberantas.
e.       Pendapat Imam
Pendapat seorang pemimpin atau wakilnya harus diikuti, namun apabila pendapat tersebut tidak terdapat dalam teks atau nash maka tidak harus diikuti
f.       Neraca untuk menimbang pendapat ulama dan tata etika kepada para pendahulu umat ini.
Setiap orang dapat ditolak ucapannya kecuali rasulullah Saw. Segala yang datang dari salafus salih yang sesuai dengan Al-Qur’an kita terima dengan sepenuh hati, bila tidak maka Al-Qur’an yang lebih utama diikuti. Namun demikian tidak boleh menjelekkan pribadi mereka dalam permasalahan yang mereka perselisihkan.
g.      Ijtihad, taklid dan kemazhaban
Setiap muslim yang belum mempunyai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum, hendaklah mengikuti imam. Namun alangkah lebih baik lagi jika mengikutinya itu diikuti dengan upaya semampunya dalam memahami dalil-dalil yang dipergunakan oleh imamnya. Dan hendaklah ia menerima masukan atau nasehat yang disertai dalil
h.      Perbedaan dalam masalah furu’ dan etika dalam perbedaan
Perbedaan dalam masalah ini hendaknya tidak menjadi pemecah belah dalam agama dan tidak pula menjadi penyebab dalam permusuhan dan kebencian. Tidak ada larangan dalm hal melakukan studi ilmiah tetentang persoalan tersebut. Oleh karena itu kita harus memelihara kesatuan hati dan kejernihan jiwa.
i.        Tidak mempersulit diri dalam beragama
Tidak memperluas pembahasan hukum pada hal-hal yang tidak pernah terjadi, tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang belum dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan. Perdebatan dalam membandingkan keutamaan para sahabat dan membicangkan perselisihan yang terjadi diantara mereka.
j.     Iman kepada Allah dan sifat-sifatnya
Allah Maha Esa, Maha Suci Dia adalah setinggi-tinggi akidah Islam, adapun ayat-ayat mengenai sifatnya adalah di dalam al-qur’an adalah mutsyabihat oleh karena itu kita harus menerima dan mengimani tanpa penakwilan dan juga tanpa pengingkaran.
k.    bid’ah
segala bentuk bid’ah yang tidak mempuyai pijakan, tetapi dianggap bagus oleh hawa nafsu manusia harus dihilangkan dengan cara-cara yang tidak membawa kepada kepada permusuhan dan kehancuran.
l.        Jenis-jenis bid’ah dan hukumnya

m.    Mencintai orang shaleh
Menghormati dan mencintai mereka karena amal baik mereka yang nampak adalah bagian dari taqarub kepada Allah, sedangkan para Wali adalah orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa. Karamah yang mereka miliki tidaklah memberikan mudharat maupun manfaat bagi mereka ketika masih hidup maupun setelah meninggal, apalagi untuk orang lain
n.      Ziarah kubur
Ziarah kubur boleh dilaksanakan dengan cara-cara yang diajarkan rasul, namun tidak meminta pertlongan, mohon ampun, bernazar, meminta berkah dan lain-lain itu dalah bid’ah yang harus diberantas.
o.      Doa dan tawassul
Berdo’a dengan menggunakan perantara dengan salah satu makhluk-Nya adalah perbedaan masalah furu’ tentang tata cara berdo’a, bukan masalah akidah.
p.      Akidah dan perbuatan hati
Akidah adalah asas bagi aktivitas, amal hati adalah lebih penting dari[ada amal anggota badan. Namun mencapai mencapai pada kedua hal tersebut adalah tuntutan syari’at, meskipun kadar tuntutan berbeda.
q.      Kedudukan akal
Islam mebebaskan akal dan pikiran, menganjurkan penelitian terhadap alam. Mengangkat derajat ilmu dan ulama dan menyambut sesuatu yang baik dan bermanfaat
r.        Syari’at lebih didahulukan dibandingkan akal
s.       Batas-batas pengkafiran
Tidak boleh mengkafirkan orang yang telah mengucap dua kalimah syahadat, mengamalkan tuntutannya, dan melaksanakan kewajibannya, baik karena pendapat maupun kemaksiatannya. Kecuali jika ia mengatakan kata-kata kufur atau mengingkari sesuatu yang telah di akui sebagai azas agama, mendustakan ayat Al-Qur’an yang sudah jelas maknanya atau menafsirkan dengan cara tidak sesuai dengan kaidah bahasa arab atau melakukan perbuatan yang tidak dapat ditafsirkan kecuali kekufuran.
2.      Rukun Ikhlas
Seorang manusia hendaknya mengorientasikan perkataan, perbuatan, dan jihadnya kepada Allah dang mengharapkan ridha-Nya
3.      Rukun al-Amal
Amal adalah manifestasi dari ilmu dan keikhlasan, oleh karena itu ilmu tidaka akan bermanfaat jika tidak diamalkan dengan keikhlasan
4.      Rukun Jihad
Urutan jihad yang pertama adalah pengingkaran hati dan puncaknya berperang dengan di jalan Allah.
5.      at-Thadiyyah (pengorbanan)
Rela mengorbankan waktu, harta dan juga jiwa  untuk berdakwah
6.      at-Tha’ah (ketaatan)
Melaksanakan perintah dan serta merealisasikan dalam setiap keadaan, baik dalam keadaan susah maupun senang, semangat maupun malas
7.      ats-Tsabat (keteguhan)
Hendak seorang seorang akh bekerja sebagai mujahid dalam memperjuangkan tujuannya, betapapun jauh jangkauan dan lama waktunya sampai bertemu dengan Allah Swt. Dalam keadaan seperti itu, ia akan menadapat salah satu dari dua kebaikan, hidup mulia atau mati syahid.
8.      at-Tajarut (loyalitas)
Tulus pada fikrah dan membersihkannya dari prinsip-prinsip lain serta pengaruh orang lain.
9.      al-Ukhuwwah (persaudaraan)
Ukhuwwah merupkan wujud keimanan sedangkan perpecahan wujud dari kekufuran hendaknya hati berpadu dan ruh berpadu dengan ikatan akidah, karena akidah adalah ikatan yang paling kokoh dan paling mahal
10.  At-tsiqah(kepercayaan)
Rasa puas seorang prajurit terhadap pimpinannya dalam hal kemampuan dan keikhlasannya, dengan kepuasan yang mendalam dapat menimbulkan rasa cinta , penghargaan, penghormatan ketaatan[25]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ikwanul Muslim merupakan organisasi Islam terbesar di Mesir dan merupakan organisasi yang memiliki pengaruh besar di Mesir bahkan daerah Islam lainnya. Pendirian ikwanul muslim dilatarbelakangi oleh besarnya pengaruh Inggris di Mesir, adanya dekadensi moral akibat dominasi yang dilakukan inggris, kemudian juga monopoli oleh Inggris. Hasan al-Banna adalah tokoh pendiri ikwanul muslim. Pergerakannya awalnya dibidang sosial dan pendidikan kemudian meluas ke arah politik. Ikwanul muslim pernah dibekukan pergerakannya karna dianggap melawan pemerintah. Dalam organisasinya ihwanul muslim memiliki tugas-tugas tertentu disetiap bidangnya, kemudian untuk menjadi seorang ikwan maka harus melakukan bai’at sebagai tanda keseriusannya bergabung dengan organisasi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Audah. Islam dan Perundang-Undangan, Jakarta, Bulan Bintang, 1984
Deny Suito, Radikalisme Di Dunia Islam, Cet. I,  Jakarta : CCM, 2005
Fathi Yakan, Revolusi Hasan al-Banna, Gerakan Ikwanul Muslim dari Sayyid Quthb Sampai Rasyid al-Ghannusi, Jakarta: Harakah, 1998
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992
Hussein bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslim, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Rabbani Press, 2008
Imam Ghazali Said, Idiologi Kaum Fomdamentalis, cet. I,  Surabaya: Diantama, 2003
Khamami Zada, Diskursus Politik Islam, Cet. I, Jakarta : LSIP, 2004
M. Abdullah al-Khatib dan M. Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Ikhwan; Kajian Analitik Terhadap Risalah Ta’lim,Bandung: Asy-Syamil, 2001
M. Aunul Abid Syah, Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Timur Tengah, Bandung: Mizan, 2001
Mokhtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat,Palembang: percetakan Universitas Sriwijaya, 20
Sa`id Hawwa, Membina Angkatan Mujtahid, edisi Indonesia, Cet. V, Solo : IKKAPI, 2005
Yusuf al-Qardhawi, 70 tahun al-Ikhwan al-Muslimun; kilas Balik dakwah Tarbiyah dan Jihad,Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999




[1] Abdul Kadir Audah. Islam dan Perundang-Undangan, (Jakarta, Bulan Bintang, 1984), hal. 26-27
[2] Imam Ghazali Said, Idiologi Kaum Fomdamentalis, cet. I,  (Surabaya: Diantama, 2003), hal. 152-153
[3] Hussein bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslim, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, ( Jakarta: Rabbani Press, 2008), hal. 328
[4]Imam Ghazali Said, Idiologi Kaum Fundamentalis...hal. 154
[5]Enam orang tersebut adalah Hafidz Abdul Hamid berprofesi sebagai tukang kayu, Ahmad al-Husyari berprofesi sebagai tukang potong rambut, Fuad Ibrahim berprofesi sebagai penyewa dan montir sepeda dan Abdurrahman Hasbullah yang berprofesi sebagai sopir.
[6]Imam Ghazali Said, Idiologi Kaum Fundamentalis, hal. 156
[7]Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 304
[8] Mokhtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: percetakan Universitas Sriwijaya, 2001), hal.. 309
[9]Fathi Yakan, Revolusi Hasan al-Banna, Gerakan Ikwanul Muslim dari Sayyid Quthb Sampai Rasyid al-Ghannusi, (Jakarta: Harakah, 1998), hal. 14
[10] M. Aunul Abid Syah, Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 58
[11]Lembaga Pegkajian dan Penelitian WAMY, Gerakan Keagamaan dan pemikiran, terj. A. Najiyullah, (Jakarta: al-Ittishom, 2002),  hal. 9
                [12]Ibid, hal. 156
[13] Sa`id Hawwa, Membina Angkatan Mujtahid, edisi Indonesia, Cet. V, (Solo : IKKAPI, 2005), hal. 46
                [14] Ibid, hal. 157
[15] Deny Suito, Radikalisme Di Dunia Islam, Cet. I, ( Jakarta : CCM, 2005), hal. 66
[16] Khamami Zada, Diskursus Politik Islam, Cet. I, (Jakarta : LSIP, 2004), hal. 79
[17]Deny Suito, Radikalisme..., hal. 66
[18] Hussein bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul..., hal. 361
[19] Hussein bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul..., hal. 363-364
[20] Yusuf al-Qardhawi, 70 tahun al-Ikhwan al-Muslimun; kilas Balik dakwah Tarbiyah dan Jihad, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999), hal. 17
[21]ibid
[22]Fatih Yakan, Revolusi Hasan al-Banna..., hal. 22
[23]Hussein bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul..., hal. 360
                [24] Hussein bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul..., hal. 376-389
[25] M. Abdullah al-Khatib dan M. Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Ikhwan; Kajian Analitik Terhadap Risalah Ta’lim, (Bandung: Asy-Syamil, 2001), hal. 21-199

0 komentar:

Posting Komentar