ketika listrik "meneror" masyarakat
Penemuan listrik sebagai penerang
modern sejatinya memberikan pengaruh besar kepada masyarakat. Bagaimana tidak,
alat penerang dimalam hari ini mampu memberikan kesan signifikan kepada
masyarakat, baik pada aspek ekonomi dan beberapa aspek lainnya. Sebagai alat
penunjang dalam kehidupan, urgensi listrik memang tak dapat di pungkiri bahkan
sebahagian masyarakat menganggap listrik sebagai kebutuhan primer.
Di zaman yang serba elektronik
ini listrik memang sudah menjadi kebutuhan primer, urgensitas listrik dalam
rumah tangga tidak diragukan lagi, air tidak akan panas, nasi tidak akan masak
dan juga baju tidak akan bersih dan rapi jika listrik tersebut dipadamkam,
akhirnya proses admisnistrasi dalam sebuah rumah tangga akan tersendat. Meskipun pemadaman dilakukan hanya sebentar,
implikasi dari pemadaman tersebut sangat amat besar pengaruhnya bagi
masyarakat.
Kebanyakan pelaku industri baik
menengah maupun atas, juga merasakan hal yang sama dengan rumah tangga, bahkan
lebih parah lagi para pelaku industri ini rata-rata akan mengalami kerugian
akibat pemadaman tersebut. Para pelaku harus menambah biaya produksinya pada
saat lampu tersebut karena hampir semua
industri yang ada itu dipengaruhi oleh listrik.
Dalam bidang pemerintahan
sepertinya juga merasakan dampak dari listrik, listrik adalah Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak dalam bidang jasa seyogyanya harus lebih serius dalam hal
memberikan pelayanan kepada masyarakat,
artinya mereka tidak hanya hadir untuk meraup keuntungan saja dari masyarakat
tapi juga melayani masyarakat dengan sepenuh hati.
“Apresisasi” masyarakat
Listrik padam memang buka lagi
hal yang aneh dalam masyarakat, bahkan itu sudah menjadi rutinitas yang
dilakukan oleh pemengang otoritas dalam bidang “kelampuan”. Permsalahan
tersebut sudah ada sejak ‘Zaman Yunani Kuno” bahkan sampai sekarang
sepertinya masih belum menemukan titik terang sehingga
keberadaan “panyoet Ciloet” masih
eksis sampai sekarang, padahal zaman sudah serba listrik.
Istilah “teuculok bu lam idong” juga sering terdengar dikalangan masyarakat
akibat matee lampu yang terkadang
terjadi sampai berkali-kali dalam satu waktu, hal ini tentu menjadi
permasalahan yang sangat serius yang membutuhkan solusi secepat mungkin,
sehingga keresahan masyarakat mengenai hal ini tidak terjadi serta kepercayaan
masyarakat terhadap PLN tidak hilang.
Memang sudah begitu diri jika
kebiasaan yang dilakukan tiba-tiba terhenti, akan menimbulkan respon yang
beragam. Begitu juga dengan pemadaman listrik, Bahkan masyarakat merasa di zalimi oleh pihak
yang memadamkannya. Rasa kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak
yang menyediakan jasa tersebut.
Beberapa waktu yang lalu ada
sebuah lagu yang sangat booming di
masyarakat yang berjudul “Sakitnya tuh
disini” yang dinyanyikan oleh Cita Citata. Lagu ini sangat cocok dijadikan
respon terhadap pemadaman listrik oleh Perusahan Listrik Nasional (PLN)
tersebut. Dan PLN pun bisa menanggapinya dengan lagu yang dinyanyikan oleh
Julia Perez “Aku Mah Gitu Orangnya”.
Otoritas berbeda
PLN merupakan pemegang otoritas
dalam hal memberikan pelayanan penerangan terhadap masyarakat, pelayanan tidak
serta merta diberikan oleh PLN seperti seseorang yang memberikan sedekah kepada
pengemis, si pemberi tidak mesti tau pengemis tersebut secara spontan tentu ia
akan memberikan sedekahnya dengan niat membatu pengemis yang miskin tersebut,
tanpa meminta imbalan apapun. Berbeda halnya dengan pemberian pelayanan listrik
oleh PLN, dimana masyarakat tidak menadapatkanya secara gratis alias harus
bayar, jika dulu sistemnya dibayar perbulan maka sekarang mengalami perubahan
yaitu pembayaran secara elektrik. Namun itu bukanlah permasalahan karena dalam
hal ini penyedia jasa dan pelanggan sama-sama di untungkan.
Sebagai pemegang otoritas, pihak
PLN sering kali meminta maaf kepada masyarakat karena kurang maksimal dalam hal
memberikan pelayanan. Permintaan maaf adalah hal mudah untuk dilakukan namun
memberikan maaf adalah hal yang sulit untuk dilakukan meskipun itu perbuatan
yang sangat terpuji dan di sukai oleh Allah, bersembunyi dibalik kata maaf
bukanlah solusi dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pada saat proses pembayaran
listrik kata maaf tersebut tidak berlaku, artinya apabila telah jatuh tempo
wajib bayar jika tidak aliran listrik akan diputuskan dan apabila ingin
memasang kembali arus tersebut wajib bayar lagi. Jika maaf merupakan solusi
atas pemadaman seharusnya pemintaan maaf juga berlaku saat pembayaran.
Pembenahan seharusnya lebih
maksimal dilakukan oleh PLN dalam memberikan pelayanan terbaik terhadap
masyarakat sehingga masyarakat merasa nyaman, listrik sebagai alat pemeberi
kenyamanan bagi masyarakat tidak seharusnya menjadi teror bagi bagi masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar