Irvan

http://irvan-ushuluddin.blogspot.co.id/
alumni mahasiswa UIN AR-RANIRY,Fakultas Ushuluddin Aqidah dan Filsafat.
About Me
setelah menamatkan sekolah swasta (MIS Tuwi Kareung) di Kecamatan Pasie Raya (dulunya Teunom), Kab Aceh Jaya, untuk tingkat pertama kemudian melanjutkan SLTP N 3 teunom selesai tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 MEULABOH selesai tahun 2008, kemudian masuk ke Universitas UTU Meulaboh dan alhamdulillah tidak Selesai hehheh..., tahun 2009 masuk ke UIN Ar-Raniry di Fak. Ushuluddin siap pada tahun 2013 , sekarang sedang mengikuti program Pasca Sarjana UIN AR-RANIRY .

Jumat, 04 Maret 2016


ketika listrik "meneror" masyarakat


Penemuan listrik sebagai penerang modern sejatinya memberikan pengaruh besar kepada masyarakat. Bagaimana tidak, alat penerang dimalam hari ini mampu memberikan kesan signifikan kepada masyarakat, baik pada aspek ekonomi dan beberapa aspek lainnya. Sebagai alat penunjang dalam kehidupan, urgensi listrik memang tak dapat di pungkiri bahkan sebahagian masyarakat menganggap listrik sebagai kebutuhan primer.
Di zaman yang serba elektronik ini listrik memang sudah menjadi kebutuhan primer, urgensitas listrik dalam rumah tangga tidak diragukan lagi, air tidak akan panas, nasi tidak akan masak dan juga baju tidak akan bersih dan rapi jika listrik tersebut dipadamkam, akhirnya proses admisnistrasi dalam sebuah rumah tangga akan tersendat.  Meskipun pemadaman dilakukan hanya sebentar, implikasi dari pemadaman tersebut sangat amat besar pengaruhnya bagi masyarakat.
Kebanyakan pelaku industri baik menengah maupun atas, juga merasakan hal yang sama dengan rumah tangga, bahkan lebih parah lagi para pelaku industri ini rata-rata akan mengalami kerugian akibat pemadaman tersebut. Para pelaku harus menambah biaya produksinya pada saat lampu tersebut karena  hampir semua industri yang ada itu dipengaruhi oleh listrik.
Dalam bidang pemerintahan sepertinya juga merasakan dampak dari listrik, listrik adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang jasa seyogyanya harus lebih serius dalam hal memberikan  pelayanan kepada masyarakat, artinya mereka tidak hanya hadir untuk meraup keuntungan saja dari masyarakat tapi juga melayani masyarakat dengan sepenuh hati.

“Apresisasi” masyarakat
Listrik padam memang buka lagi hal yang aneh dalam masyarakat, bahkan itu sudah menjadi rutinitas yang dilakukan oleh pemengang otoritas dalam bidang “kelampuan”. Permsalahan tersebut sudah ada sejak ‘Zaman Yunani Kuno” bahkan sampai sekarang sepertinya  masih  belum menemukan titik terang sehingga keberadaan “panyoet Ciloet” masih eksis sampai sekarang, padahal zaman sudah serba listrik.
Istilah “teuculok bu lam idong” juga sering terdengar dikalangan masyarakat akibat matee lampu yang terkadang terjadi sampai berkali-kali dalam satu waktu, hal ini tentu menjadi permasalahan yang sangat serius yang membutuhkan solusi secepat mungkin, sehingga keresahan masyarakat mengenai hal ini tidak terjadi serta kepercayaan masyarakat terhadap PLN tidak hilang.
Memang sudah begitu diri jika kebiasaan yang dilakukan tiba-tiba terhenti, akan menimbulkan respon yang beragam. Begitu juga dengan pemadaman listrik,   Bahkan masyarakat merasa di zalimi oleh pihak yang memadamkannya. Rasa kecewa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak yang menyediakan jasa tersebut.
Beberapa waktu yang lalu ada sebuah lagu yang sangat booming di masyarakat yang berjudul “Sakitnya tuh disini” yang dinyanyikan oleh Cita Citata. Lagu ini sangat cocok dijadikan respon terhadap pemadaman listrik oleh Perusahan Listrik Nasional (PLN) tersebut. Dan PLN pun bisa menanggapinya dengan lagu yang dinyanyikan oleh Julia Perez “Aku Mah Gitu Orangnya”.

Otoritas berbeda
PLN merupakan pemegang otoritas dalam hal memberikan pelayanan penerangan terhadap masyarakat, pelayanan tidak serta merta diberikan oleh PLN seperti seseorang yang memberikan sedekah kepada pengemis, si pemberi tidak mesti tau pengemis tersebut secara spontan tentu ia akan memberikan sedekahnya dengan niat membatu pengemis yang miskin tersebut, tanpa meminta imbalan apapun. Berbeda halnya dengan pemberian pelayanan listrik oleh PLN, dimana masyarakat tidak menadapatkanya secara gratis alias harus bayar, jika dulu sistemnya dibayar perbulan maka sekarang mengalami perubahan yaitu pembayaran secara elektrik. Namun itu bukanlah permasalahan karena dalam hal ini penyedia jasa dan pelanggan sama-sama di untungkan.
Sebagai pemegang otoritas, pihak PLN sering kali meminta maaf kepada masyarakat karena kurang maksimal dalam hal memberikan pelayanan. Permintaan maaf adalah hal mudah untuk dilakukan namun memberikan maaf adalah hal yang sulit untuk dilakukan meskipun itu perbuatan yang sangat terpuji dan di sukai oleh Allah, bersembunyi dibalik kata maaf bukanlah solusi dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pada saat proses pembayaran listrik kata maaf tersebut tidak berlaku, artinya apabila telah jatuh tempo wajib bayar jika tidak aliran listrik akan diputuskan dan apabila ingin memasang kembali arus tersebut wajib bayar lagi. Jika maaf merupakan solusi atas pemadaman seharusnya pemintaan maaf juga berlaku saat pembayaran.

Pembenahan seharusnya lebih maksimal dilakukan oleh PLN dalam memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat sehingga masyarakat merasa nyaman, listrik sebagai alat pemeberi kenyamanan bagi masyarakat tidak seharusnya menjadi teror bagi bagi masyarakat. 

0 komentar:

Posting Komentar