Dalam lagunya yang pernah populer pada tahun 80-an bang haji
Rhoma Irama berpesan “judi menjanjikan kemenangan, judi menjanjikan kekayaan”. Dari
pesan bang Rhoma dapat disimpulkan bahwa judi hanya sekedar PHP (Pemberi Harapan
Palsu). Perilaku judi tersebut sudah tumbuh dengan baik dan mendarah daging
dalam suatu komunal masyarakat. Berbagai kalangan akan setuju bahwa judi dapat
merusak tatanan kehidupan baik secara pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
Bahkan penjudi akan dianggap “sampah” dalam masyarakat.
Judi adalah salah satu permainan yang sangat fleksibel, jika
pernah melihat kunci Inggris yang menjadi kebutuhan primer dalam dunia
perbengkelan, begitulah sifat judi yang mampu beradaptasi dengan berbagai
kalangan baik anak-anak, remaja, orang dewasa, baik pejabat maunpun kalangan
terpelajar. Namun judi juga bisa diibaratkan virus yang kita kenal dalam
pelajaran biologi, dalam proses berkembangbiak virus senantiasa memerlukan
inang agar ia mampu berreproduksi, begitu pula dengan judi jika tidak menemukan
inangnya yaitu manusia maka ia hanya sebatas teori yang berada di alam
metafisika.
Urgensi permainan dalam suatu tatanan masyarakat sangatlah besar,
hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai jenis permainan yang sudah ada sejak
zaman dahulu. Ketika saya masih kecil, saya bersama kawan-kawan sangat sering
memainkan berbagai permainan, seperti, katok bola, katok lele, bola kaki, dan permainan
kalah-menang lainnya, sehingga ketika sudah beranjak dewasa pun permainan
menjadi hal yang lumrah dilakukan sebagai wadah penghibur diri.
Judi pada tatanan permainan biasanya selalu indentik dengan
kalah dan menang, pihak yang menang akan memperoleh imbalan atas kemenangannya
dan yang kalah akan rugi dengan kekalahannya. Kalah dan menang menjadi motivasi
tersendiri bagi yang sudah bernaung di bawah judi tersebut, bagaimana tidak
kekalahan yang di alami oleh seseorang, secara psikologi pasti ingin
mendapatkan kembali apa yang menjadi taruhan ketika ia mengalami kekalahan,
begitu juga dengan seseorang yang mengalami kemenangan ia pasti akan berusaha
untuk mencari keuntungan dengan kemenangan baru. Hal ini tidak ubahnya seperti
sifat dendam yang ada pada diri manusia yang apabila tidak menyadari perbuatan
tidak boleh dilakukan pasti ia seperti lautan yang tidak habis dipandang
mata.
Dalam kamus bahasa Indonesia Istilah judi didefinisikan
dengan permainan dengan memakai uang atau barang sebagai taruhan, dalam al-Qur’an
dikenal dengan sebutan maisir. Di kalangan sebagian masyarakat
pendalaman permainan seperti domino dan kartu juga dianggap perjudian. Epistemologi yang dipakai
oleh kalangan masyarakat tersebut bersifat empiris, karena dalam kenyataannya,
kebanyakan permainan tersebut dimainkan oleh orang-orang dewasa. Tahap
selanjutnya untuk menciptakan keseriusan mereka mengggunakan imbalan yang
dikenal dengan istilah taruhan, akibatnya terjadilah pelarangan terhadap
anak-anak agar tidak menyentuh permainan tersebut. Meskipun tidak menggunakan
taruhan masyarakat permainan tersebut menjadi tabu bahkan dilarang keras untuk
anak-anak yang masih di bawah umur.
Secara akal sehat segala jenis permainan yang ada dalam masyarakat
tidak dipermasalahkan selama tidak melalaikan kewajiban manusia terhadap
hubungannya dengan manusia dan juga hubungannya dengan Allah, masih dalam
nilai-nilai moral yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan adat Istiadat.
Namun pada saat istilah “teumaroh ini muncul baik bersifat barang ataupun uang itu
akan menjadi permasalahan yang sangat besar karena dapat merusak tatanan
kehidupan bermasyarakat, misalnya si suami akan bertengkar dengan Istri, si
anak akan berontak dengan ayahnya dan berbagai kegaduhan akan ikut serta.
Dari sudut pandang sosial, judi mampu merusak tatanan
kehidupan dalam masyarakat, hal itu dapat dilihat dari perilaku seseorang yang
mengalami kekalahan dalam permainan, biasanya pelaku yang sudah mengalami
kekalahan cendrung tidak akan tinggal diam dengan kekalahan yang di alami,
pencarian untuk modal akan dilakukan sehingga segala cara akan dihalalkan tergantung
kesempatan apa yang ia dapatkan.
Agama jelas-jelas melarang perbuatan tersebut, bahkan
perbuatan judi tersebut telah diharamkan lebih dulu oleh al-Qur’an, kosekuensi
melakukan judi adalah melawan al-Qur’an artinya seseorang yang melakukan
perbuatan terindikasi perjudian sama halnya ia telah mebantah apa yang menjadi
larangan Allah Swt.
Permainan domino, kartu, togel dan juga sabuk ayam merupakan
perjudian yang masih menggunakan permainan secara terang-terangan dan dapat
terlihat secara kasat mata oleh masyarakat terhadap gerak-gerik pelaku,
kamudian perjudian seperti ini memerlukan tempat khusus, bahkan jauh dari
keramaian, terkadang juga susah diakses oleh orang yang tidak melakukan
perbuatan tersebut.
Lambat laun permainan seperti domino ini semakin familiar
dikalangan masyarakat, terkadang permainan tersebut dilakukan di acara-acara
pesta pada malam hari dengan dalih agar para pemuda betah di rumah pelaku
pesta. Kemudian permainan tersebut juga dilakukan di pos-pos ronda dengan
alasan agar tidak tertidur pada saat ronda tersebut belangsung.
Di kota madani sendiri permainan domino biasa dilakukan di
warung-warung kopi, kios-kios dan juga rumah-rumah kos yang dihuni oleh
mahasiswa. Permainan diwarung kopi tertentu tidak hanya melibatkan kalangan tertentu
bahkan semua kalangan yang memiliki keinginan dapat ikut berpartisipasi dalam
permainan tersebut, lagi-lagi permainan seperti ini memerlukan tempat yang
khusus dan bersahaja.
Lapak online
Seiring dengan perkembangan zaman, judi pun ikut beradaptasi
dengan teknologi, sehingga untuk mengakses judi menjadi sangat mudah. Judi
tidak lagi membutuhkan tempat khusus seperti “jambo broek” (gubuk tua),
rumah pesta dan juga kolom jembatan. Hanya butuh jaringan internet praktek
haram tersebut dapat dilakukan dengan mudah bahkan di dalam mesjid sekalipun.
Kemudahan tersebut membuat peminat semakin hari semakin
bertambah, kondisi masyarakat yang banyak menganggur tidak bekerja akibat
kecilnya lapangan pekerjaan juga merupakan indikator terjerumus ke dalam permainan
yang indentik dengan PHP.
Aceh adalah sebuah provinsi yang dibalut dengan bungkusan
syari’at Islam. Segala aspek kehidupan harus sesuai dengan tuntunan al-Quran. Untuk
memfilter yang demikian, dibentuklah
“segerombolan” pasukan yang menamakan dirinya WH (Wilayatul Hisbah) yang
tugasnya adalah untuk menesehati dan menindak masyarakat yang melanggar
syari’at Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa internet sudah menjamur
diseluruh pelosok negeri, oleh karena itu, harusnya ada upaya dari “penegak
Syari’at Islam” dia Aceh untuk menfilter jaringan dan juga situs
tersebut. Untuk dapat mengetahui situs tersebut “sang Penegak Syari’at”
haruslah menjadikan masyarakat ini patner, bukan hanya objek hukum. Siapa saja
yang melaporkan situs tersebut harus diapresiasikan dengan memberi hadiah
sehingga dengan begitu muncullah “BIN” untuk membasmi perbuatan haram tersebut,
kinerja WH menjadi lebih ringan dan bermasyarakat.
Dalam membasmi hal ini, kemampuan IT juga harus dimiliki
oleh “pasukan penegak syari’at”, sehingga
dengan demikian pasukan-pasukan ini tidak hanya mempu menindak pelaku secara
fisik tapi juga mampu membasmi sistem judi online.