Irvan

http://irvan-ushuluddin.blogspot.co.id/
alumni mahasiswa UIN AR-RANIRY,Fakultas Ushuluddin Aqidah dan Filsafat.
About Me
setelah menamatkan sekolah swasta (MIS Tuwi Kareung) di Kecamatan Pasie Raya (dulunya Teunom), Kab Aceh Jaya, untuk tingkat pertama kemudian melanjutkan SLTP N 3 teunom selesai tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 MEULABOH selesai tahun 2008, kemudian masuk ke Universitas UTU Meulaboh dan alhamdulillah tidak Selesai hehheh..., tahun 2009 masuk ke UIN Ar-Raniry di Fak. Ushuluddin siap pada tahun 2013 , sekarang sedang mengikuti program Pasca Sarjana UIN AR-RANIRY .

Kamis, 19 Mei 2016





Dalam lagunya yang pernah populer pada tahun 80-an bang haji Rhoma Irama berpesan “judi menjanjikan kemenangan, judi menjanjikan kekayaan”. Dari pesan bang Rhoma dapat disimpulkan bahwa judi hanya sekedar PHP (Pemberi Harapan Palsu). Perilaku judi tersebut sudah tumbuh dengan baik dan mendarah daging dalam suatu komunal masyarakat. Berbagai kalangan akan setuju bahwa judi dapat merusak tatanan kehidupan baik secara pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Bahkan penjudi akan dianggap “sampah” dalam masyarakat.

Judi adalah salah satu permainan yang sangat fleksibel, jika pernah melihat kunci Inggris yang menjadi kebutuhan primer dalam dunia perbengkelan, begitulah sifat judi yang mampu beradaptasi dengan berbagai kalangan baik anak-anak, remaja, orang dewasa, baik pejabat maunpun kalangan terpelajar. Namun judi juga bisa diibaratkan virus yang kita kenal dalam pelajaran biologi, dalam proses berkembangbiak virus senantiasa memerlukan inang agar ia mampu berreproduksi, begitu pula dengan judi jika tidak menemukan inangnya yaitu manusia maka ia hanya sebatas teori yang berada di alam metafisika.

Urgensi permainan dalam suatu tatanan masyarakat sangatlah besar, hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai jenis permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Ketika saya masih kecil, saya bersama kawan-kawan sangat sering memainkan berbagai permainan, seperti, katok bola, katok lele, bola kaki, dan permainan kalah-menang lainnya, sehingga ketika sudah beranjak dewasa pun permainan menjadi hal yang lumrah dilakukan sebagai wadah penghibur diri.
Judi pada tatanan permainan biasanya selalu indentik dengan kalah dan menang, pihak yang menang akan memperoleh imbalan atas kemenangannya dan yang kalah akan rugi dengan kekalahannya. Kalah dan menang menjadi motivasi tersendiri bagi yang sudah bernaung di bawah judi tersebut, bagaimana tidak kekalahan yang di alami oleh seseorang, secara psikologi pasti ingin mendapatkan kembali apa yang menjadi taruhan ketika ia mengalami kekalahan, begitu juga dengan seseorang yang mengalami kemenangan ia pasti akan berusaha untuk mencari keuntungan dengan kemenangan baru. Hal ini tidak ubahnya seperti sifat dendam yang ada pada diri manusia yang apabila tidak menyadari perbuatan tidak boleh dilakukan pasti ia seperti lautan yang tidak habis dipandang mata. 
Dalam kamus bahasa Indonesia Istilah judi didefinisikan dengan permainan dengan memakai uang atau barang sebagai taruhan, dalam al-Qur’an dikenal dengan sebutan maisir. Di kalangan sebagian masyarakat pendalaman permainan seperti domino dan kartu juga  dianggap perjudian. Epistemologi yang dipakai oleh kalangan masyarakat tersebut bersifat empiris, karena dalam kenyataannya, kebanyakan permainan tersebut dimainkan oleh orang-orang dewasa. Tahap selanjutnya untuk menciptakan keseriusan mereka mengggunakan imbalan yang dikenal dengan istilah taruhan, akibatnya terjadilah pelarangan terhadap anak-anak agar tidak menyentuh permainan tersebut. Meskipun tidak menggunakan taruhan masyarakat permainan tersebut menjadi tabu bahkan dilarang keras untuk anak-anak yang masih di bawah umur.

Secara akal sehat segala jenis permainan yang ada dalam masyarakat tidak dipermasalahkan selama tidak melalaikan kewajiban manusia terhadap hubungannya dengan manusia dan juga hubungannya dengan Allah, masih dalam nilai-nilai moral yang berlaku, serta tidak bertentangan dengan adat Istiadat. Namun pada saat istilah “teumaroh ini muncul baik bersifat barang ataupun uang itu akan menjadi permasalahan yang sangat besar karena dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, misalnya si suami akan bertengkar dengan Istri, si anak akan berontak dengan ayahnya dan berbagai kegaduhan akan ikut serta.
Dari sudut pandang sosial, judi mampu merusak tatanan kehidupan dalam masyarakat, hal itu dapat dilihat dari perilaku seseorang yang mengalami kekalahan dalam permainan, biasanya pelaku yang sudah mengalami kekalahan cendrung tidak akan tinggal diam dengan kekalahan yang di alami, pencarian untuk modal akan dilakukan sehingga segala cara akan dihalalkan tergantung kesempatan apa yang ia dapatkan.
Agama jelas-jelas melarang perbuatan tersebut, bahkan perbuatan judi tersebut telah diharamkan lebih dulu oleh al-Qur’an, kosekuensi melakukan judi adalah melawan al-Qur’an artinya seseorang yang melakukan perbuatan terindikasi perjudian sama halnya ia telah mebantah apa yang menjadi larangan Allah Swt.

Permainan domino, kartu, togel dan juga sabuk ayam merupakan perjudian yang masih menggunakan permainan secara terang-terangan dan dapat terlihat secara kasat mata oleh masyarakat terhadap gerak-gerik pelaku, kamudian perjudian seperti ini memerlukan tempat khusus, bahkan jauh dari keramaian, terkadang juga susah diakses oleh orang yang tidak melakukan perbuatan tersebut. 
Lambat laun permainan seperti domino ini semakin familiar dikalangan masyarakat, terkadang permainan tersebut dilakukan di acara-acara pesta pada malam hari dengan dalih agar para pemuda betah di rumah pelaku pesta. Kemudian permainan tersebut juga dilakukan di pos-pos ronda dengan alasan agar tidak tertidur pada saat ronda tersebut belangsung.
Di kota madani sendiri permainan domino biasa dilakukan di warung-warung kopi, kios-kios dan juga rumah-rumah kos yang dihuni oleh mahasiswa. Permainan diwarung kopi tertentu tidak hanya melibatkan kalangan tertentu bahkan semua kalangan yang memiliki keinginan dapat ikut berpartisipasi dalam permainan tersebut, lagi-lagi permainan seperti ini memerlukan tempat yang khusus dan bersahaja.


Lapak online
Seiring dengan perkembangan zaman, judi pun ikut beradaptasi dengan teknologi, sehingga untuk mengakses judi menjadi sangat mudah. Judi tidak lagi membutuhkan tempat khusus seperti “jambo broek” (gubuk tua), rumah pesta dan juga kolom jembatan. Hanya butuh jaringan internet praktek haram tersebut dapat dilakukan dengan mudah bahkan di dalam mesjid sekalipun.
Kemudahan tersebut membuat peminat semakin hari semakin bertambah, kondisi masyarakat yang banyak menganggur tidak bekerja akibat kecilnya lapangan pekerjaan juga merupakan indikator terjerumus ke dalam permainan yang indentik dengan PHP.
Aceh adalah sebuah provinsi yang dibalut dengan bungkusan syari’at Islam. Segala aspek kehidupan harus sesuai dengan tuntunan al-Quran. Untuk memfilter yang demikian,  dibentuklah “segerombolan” pasukan yang menamakan dirinya WH (Wilayatul Hisbah) yang tugasnya adalah untuk menesehati dan menindak masyarakat yang melanggar syari’at Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa internet sudah menjamur diseluruh pelosok negeri, oleh karena itu, harusnya ada upaya dari “penegak Syari’at Islam” dia Aceh untuk menfilter jaringan dan juga situs tersebut. Untuk dapat mengetahui situs tersebut “sang Penegak Syari’at” haruslah menjadikan masyarakat ini patner, bukan hanya objek hukum. Siapa saja yang melaporkan situs tersebut harus diapresiasikan dengan memberi hadiah sehingga dengan begitu muncullah “BIN” untuk membasmi perbuatan haram tersebut, kinerja WH menjadi lebih ringan dan bermasyarakat.
Dalam membasmi hal ini, kemampuan IT juga harus dimiliki oleh  “pasukan penegak syari’at”, sehingga dengan demikian pasukan-pasukan ini tidak hanya mempu menindak pelaku secara fisik tapi juga mampu membasmi sistem judi online.





Hampir 14 tahun kurang lebih, umur daerah yang terkenal dengan sebutan “gampoeng dek mata biru”, sudah berlalu . Meskipun belum terlalu “dewasa” daerah yang dulu dalam “meuneumat”  Po Teumeureuhom itu sudah memasuki masa-masa “remaja”. Sejatinya, usia remaja merupakan usia yang sangat produktif, yang mampu melahirkan ide-ide cemerlang dan juga terobosan-terobosan baru.
Tidak dapat dipungkiri, “aneuk miet ban lahe han mungken jeut iplueng” (bayi yang baru lahir tidak mungkin akan dapat berlari), itulah alasan jika daerah-daerah yang baru dimekarkan tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Dengan dalih “mantong aneuk miet” maka posisi “empuk”para pemimpin yang “duek bak kursi manyang” akan terselamatkan. Padahal “belajar diwaktu kecil bagai mengukir di atas batu”.

Sudah majukah Aceh Jaya ku?
Majunya sebuah daerah biasanya ditandai oleh mandirinya ekonomi masyarakat, dan juga berhasil mengorbitkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang memenuhi, setidaknya “SNI” (Standar Nasional Indonesia). Kemudian juga dapat dilihat dari tersedianya infra struktur publik yang sudah memadai, serta berhasil mengembangkan potensi-potensi daerah tersebut.
Kemandirian ekonomi masyarakat adalah hal utama yang harus dipikirkan, caranya adalah dengan menguatkan sistem perekonomian agar tidak terkesan hubungan pemerintah dengan rakyat itu seperti pemberi sedekah dengan pengemis. Seharusnya pemerintah itu seperti seorang guru dengan muridnya, tidak hanya ilmu yang diberikan, tetapi sang guru juga mendidik, menjaga, serta mengawasi para muridnya. Hal tersebut berlangsung sampai sang murid mandiri dan siap dilepaskan ke jenjang selanjutnya.
Memikirkan rakyat bagi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah, hal tersebut akan sangat menguras pikiran dan tenaga. Dengan demikian, pemerintah tentu tidak akan mampu melakukannya sendiri, ia butuh patner yang mampu menyalurkan ide-ide mereka untuk membangun kesejateraan rakyat, meskipun patner tersebut lahir dari “golongan” yang berbeda secara politis.Jika hal tersebut mampu dilakukan, selain akan efektifnya pembangunan, juga akan memperlihatkan bahwa pemerintahan yang sedang berjalan sama sekali tidak anti kritik.
Tentu saja sebuah malapetaka besar bagi masyarakat, jika patner yang diambil tersebut hanya mementingkan diri sendiri, kerabat, keuntungan komunitas, serta mereka yang “lagee tikoh lam eumpang breuh”(tikus dalam lumbung padi), ketika bersama pemerintah.
Salah satu indikator pemimpin yang arif adalah pemimpin yang mau merangkul lawan politiknya tanpa disodori “bungkoh”tertentu. Dalam politik, mampu merangkul lawan menjadi kawan adalah suatu sikap yang sangat luar biasa yang hanya dimiliki oleh orang yang benar-benar ikhlas. Sikap arif ini akan memperlihatkan bahwa pemimpin tidak menaruh dendam kepada lawan politiknya, hal tersebut juga ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. dalam menegakkan Agama Islam yang  rahmatan lil alamin ini.

“Menjaring nahkoda” baru
Pilkada merupakan momentum penting bagi masyarakat yang cerdas dalam rangka memilih pemimpin baru, yang mampu memberi “warna” baru dalam lingkungan wilayah Po Teumereuhom ini. Kecerdasan masyarakat tentu menjadi penentu utama bagi masa depan “gampoeng dek mata biruini.
Pemimpin baru Aceh Jaya, sejatinya harus memiliki konsep pembangunan yang jelas, tidak hanya mampu berdiri di bawah bayang-bayang “pahlawan” yang telah mendahului. Bangga terhadap perjuangan “endatu”  tentu tidak akan mampu memberikan kesejateraan bagi masyarakat Aceh Jaya, hal ini tidak mengindikasikan bahwa perjuangan para “Endatu” tidak di hargai, tetapi harus di sadari bahwa zaman Rasulullah berbeda dengan zaman Khulafaur Rasyidin, pra konflik berbeda dengan  pasca konflik dan zaman HP tit tut berbeda dengan zaman adroid alias HP gusuek. Dengan demikian, berbeda masalah berbeda pula cara penyelesaianya.
Sikap materialistis dalam masyarakat harus dihilangkan, dengan memantapkan pengaruh-pengaruh para cendikia, ulama dan tokoh masyarakat yang memiliki wawasan luas terhadap pembangunan Aceh Jaya ke depan. Jika hal ini tidak dikawal oleh tersebut, maka masyarakat tentu akan terjebak dengan “sitrop saboh kaca”(hadiah sebotol sirup),yang sudah menjadi rahasia umum dalam setiap pelaksanaan Pilkada yang bersih dan transparan di negeri tercinta ini.
Subtansi politik adalah jalan menuju kesejahteraan rakyat yang lebih maju dan bermartabat, maka peran mahasiswa sebagai agent of change –katanya begitu- adalah mengawal masyarakat agar tidak terjebak dalam pen-justifikasi-an oleh para politisi yang ambisinya berada pada “stadium” akhir, karena tingkat ambisi seorang pemimpin juga akan mempengaruhi proses pembangunan yang berbasis rakyat. Oleh karena demikian sikap mahasiswa, sebenarnya harus lebih netral dan benar-benar membela kepentingan orang banyak.
Mahasiswa sebagai calon intelektual baru, yang sedang “bertugas” pada lembaga pendidikan tertinggi, seharusnya mampu menjadi pembanding  dalam ajang “menjaring nahkoda” baru ini, bukan sebagai penjilat yang terkadang terkesan sebagai pembuat justifikasi. Apresiasi yang sangat besar bagi para mahasiswa dan mahasiswi Aceh Jaya telah mengambil sikap netral dan menggunakan ilmunya dengan benar dalam proses memajukan Aceh Jaya.
Di usianya yang sudah memasuki usia remaja, kebutuhan  hidup seorang remaja cenderung lebih banyak dibandingkan dengan Aceh Jaya ketika  masih menyandang status “aneuk miet”. Oleh karena itu mendidik “aneuk miet” berbeda dengan mendidik remaja. Atas dasar inilah konsep pendidikan terhadap manusia dibuat bertingkat. “
Harapannya, siapa pun pemimpin Aceh Jaya kedepan, tentunya harus memiliki prinsip membangun kesejahteraan rakyat, persatuan, agama serta mampu membawa nama Aceh Jaya tidak hanya ditingkat nasional tapi juga international. Kedewasaan politik juga harus dimiliki oleh sosok “Po Teumereuhom” yang baru, yang terpilih pasca pelaksanaan pesta demokrasi di Aceh Jaya.






Beberapa hari terakhir, gerhana matahari menjadi trending topik dikalangan masyarakat. Fenomena alam yang sangat langka ini, telah menimbulkan berbagai reaksi.  Hal ini terjadi setelah ahli astronomi dan juga ahli falak menaksirkan bahwa akan terjadi gerhana pada tanggal 9 Maret 2016. Oleh karena itu, hari ini akan menjadi hari yang bersejarah karena akan berbeda dengan hari-hari lainnya.
Sebenarnya dari sudut pandang ilmiah, meskipun hal ini langka, namun peristiwa tersebut biasa-biasa saja alias tidak perlu dikhawatirkan. Kalkulasi yang dibuat sedemikian rupa membuat gerhana tersebut sudah dapat diprediksikan akan terjadi, meskipun dengan kalkulasi yang sangat ilmiah oleh para ilmuan, bahwa gerhana adalah sebuah fenomena alam, namun intervensi Allah sebagai Pengatur dan Penggerak tidak boleh di abaikan.
“hawa katrep”
Pasca masyarakat mengetahui bahwa akan ada gerhana, rasa penasaran tentu akan terus menyelimuti, hal ini terjadi bukan tanpa alasan melainkan karena fenomena ini sangat langka terjadi, sehingga antusiasme masyarakat sangat tinggi. Maka sangat rasa “hawa katrep” sangat cocok disebut sebagai istilah.
Berbagai cara tentunya akan dilakukan untuk dapat melihat fenomena alam tersebut, saya sempat mendengar bahwa ada yang menyediakan kacamata tersebut di kota Banda Aceh, namun saya tidak mengetahui pasti, siapa dan dimana kacamata tersebut disediakan.
Sosial media (sosmed) menjadi alat yang sangat ampuh untuk mempublikasikan, dan menanyakan segala sesuatu, mengingat ada begitu banyak orang yang berada dalam media tersebut, yang siap menjawab pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan hal itu,  ada beberapa rekan di sosial media yang menanyakan di mana kacamata tersebut dapat didapatkan?.
Selain persiapan kacamata untuk menyaksikan fenomena langka ini, adalagi hal aneh dan menarik perhatian yang dipersiapkan oleh sebagian masyarakat. Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan istilah selfie (memotret diri sendiri) yang sekarang sangat sering dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat, hal inilah yang dipersiapkan matang-matang oleh masyarakat.
Fenomena alam yang tidak terjadi dengan sendirinya, akhirnya telah mampu menyedot perhatian sebagai objek wisata alam yang menarik untuk disaksikan. Dengan demikian pergeseran makna dari gerhana tersebut sudah jauh dari koridornya, apakah masyarakat yang kurang atau haus hiburan  atau memang ini merupakan upaya untuk mengaburkan makna fenomena alam juga sebagai sebuah musibah.
Mengambil pelajaran bukan “cok gamba”
Gerhana boleh jadi, merupakn sebuah musibah yang akan menimpa masyarakat. Meskipun para ahli sudah memprediksi durasi dan tingkat kegelapan yang terjadi  pada saat gerhana berlangsung, apakah ada jaminan seratus persen atas apa yang mereka prediksikan, bagaimana jika itu meleset? Durasinya malah lebih panjang dan tingkat kegelapan juga sangat tinggi masihkan kita berpikir akan mengambil gambar atau selfie?. Boleh jadi itu tidak akan terjadi.
Antusiasme yang tinggi nampaknya mampu membuat manusia lupa akan dirinya, lupa akan kodratnya sebagai makhluk yang diciptkan, mengaburkan makna bahwa ada kekuatan sangat luarbiasa diluar sana yang jauh dari jangkauan manusia, dan tidak ada yag mampu menebak dan menandinginya, antusiasme yang salah kaprah tidak seharusnya terjadi dimasyarakat.
Mengabil pelajaran bahwa fenomena alam seperti ini adalah sebuah musibah atau ujian yang diberikan Allah kepada hambanya jauh lebih penting, dengan demikian apapun fenomena alam akan mengantarkan kita selangkah lebih maju dalam mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Peran pemerintah sangat besar dalam hal menerangkan makna fenomemena alam ini, suara yang dimiliki oleh para penguasa sangatlah besar dalam menentukan arah pemikirannya rakyatnya. Rakyat jug harus memandang bahwa  fenomena ini juga sebagai musibah, sehingga jika benar-benar gerhana ini terjadi, mesjid-mesjid, dan juga lapangan-lapangan akan terisi dengan orang-orang yang melaksanakan shalat gerhana matahari.
Menyadarkan umat untuk shalat gerhana memang terkesan tidak signifikan, namun hal ini akan mejadi malapetaka yang besar dalam kehidupan umat, dimana tingkat kesadaran umat terhadap musibah yang Allah berikan semakin berkurang yang pada akhirnya akan menimbulkan sikap atau kepercayaan kurangnya intervensi Tuhan dalam kehidupan. seandainya ada sesuatu yang bisa mengakibatkan kefatalan masyarakat dalam proses menyaksikanfenomena alam juga akan menjadi beba bagi pemerintah sendiri.
Harapan yang sangat besar dari lubuk hati yang paling dalam agar masyarakat melaksanakan shalat dua rakaat tersebut meski statusnya adalah sunat, namun hal tersebut akan mampu menjauhkan kita dari musibah yang diberikan Allah sebagai Pengatur Alam semesta.

Irvan
Mahasiswa program pasca sarjana UIN ar-raniry
Warga tuwi kareung, Pasie Raya Kabupaten Aceh Jaya

 





EGOIS
Jeruk makan jeruk, maling teriak maling 
berikan saja senyum sinis kepada mereka yang egois
pasti akan jadi setitik nila
entah buat siapa
yang pasti hati memang tak lagi peka
mereka sang penelan asa 
bersembunyi di negeri yang tak bertelinga
kata percaya tentunya masih ada
tapi kepada siapa? 
kaca sudah tak lagi bisa dipecahkan
binatang buas sudah lupa, bahwa dia bertuan 
apa lagi yang harus dibicarakan
tak perlu ada ujian saat contekan itu dilegalkan 
paksakan saja untuk tertawa 
jangan biarkan air mata melihat dunia 
itu tandanya kita sudah bahagia......


By Irvan Draftucy